Timnas Indonesia dan Malasysia menelan pil pahit sama-sama kalah dari lawan-lawannya. Indonesia kalah 0-2 dari Vietnam pada leg 2 piala aff 2022. Sedangkan Malaysia kalah telak 0-3 dari Thailand, meski pun pada pertandingan leg 1 Malaysia sudah unggul 1-0 atas Thailand.Kemenangan kedua kesebelasan, Thailad dan Vietnam adalah hal yang ideal karena keduanya memnunjukkan kualitas dan kematangan permainan yang lebih baik disbanding tim-tim lainnya tingkat regional negara-negara Asean. Kalau kita lihat baik dalam hal penguasaan bola, passing, pertahanan, kerja sama tim, kedua tim kesebelasan menunjukkan kematangan yang lebih baik. Sebagai contoh; pada saat memberikan sodoran bola ke rekannya sendiri, operan-operan bolanya lebih tajam dan lebih akurat. Dan tidak kalah pentingnya juga dalam hal penyelesaian peluang yang ada, Vietnam dan Thailand masih lebih unggul dibanding tim-tim lainnya.
Akhirnya Tim Vietnam bertemu Thailand di final Piala AFF 2022, setelahKita tidak usah malu mengakui  tim lain lebih baik dari tim kita. Ini merupakan pelajaran baik bagi kita diwaktu- waktu yang akan datang, karen untuk membentuk sebuah tim yang solid dan sukses tentu banyak faktor yang menentukan, seperti kompetisi di dalam negeri sangat berpengaruh besar untuk keberhasilan pembentukan Timnas yang tangguh. Kompetisi lokal yang baik akan menghasilkan pemain-pemain yang baik pula. Ini adalah tanggung jawab besar PSSI. Kegagala-kegagalan Timnas dalam turnamen-turnamen internasional adalah kegagalan PSSI, bukan sematamata kegagalan Pelatih dan pemain.
Penerapan peraturan jumlah pemain asing dalam satu klub liga 1 dan liga 2 perlu ditinjau ulang oleh PSSI. Cukup 2 atau paling banyak 3 pemain asing dalam 1 klub.Karena pada dasarnya pemain asing diperlukan untuk memacu semangat dan keteladanan bagi pemain lokal, baik dari segi kualitas individu maupun kerjasama tim. Jika kualitasnya sama sajadengan pemain lokal, untuk apa capek-capek mendatangkan pemain asing?
Penerapan peraturan pelanggaran atau bukan pelanggaran oleh wasit dalam pertandingan di kompetisi lokal harus lebih diperketat. Jika sebuah pelanggaran tidak diganjar di dalam kompetisi lokal, padahal menurut peraturan FIFA hal itu seharusnya diganjar dengan kartu kuning atau kartu merah, maka seorang pemain yang berlaga di tingkat internasional akan menganggap hal itu hal yang bisa, bahkan tidak menganggap hal itu sebagai pelanggaran.
Pola latihan pemain juga perlu disorot. Jika kita perhatikan di setiap pertandingan, pemain Timnas kita masih sering kali salah oper bola, terlalu jauh dari jangkauan rekan, atau terlalu pelan dan kurang tajam. Di samping itu juga timing untuk meberikan sodoran bola ke rekan masih sering terlambat, sehingga lawan sempat menutup lubang pertahanan. Dengan kata lain kesalahan-kesalahan mendasar masih sering kali terjadi. Hal lain yang sudah menjadi karakter permainan Timnas Indonesia yang perlu dirubah adalah, mengiring bola yang terlalu banyak. Harus dicoba diterapkan dengan ketat; sentuhan bola paling banyak 3 kali sentuhan sebelum mengoper ke rekan yang lain. Hal ini penting untuk meningkatkan efektifitas dalam permainan.
Kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2022, harus ditenerimanya dengan besar hati oleh semua stakeholder sepak bola di tanah air, sekaligus merupakan bahan pembelajaran bagaimana supaya ke depan lebih baik lagi dan bisa mengangkat tropi Juara AFF pada tahun-tahun berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H