Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

DPR vs Ahok: Kenapa Tidak Pernah Belajar dari Sejarah?

17 Maret 2016   15:02 Diperbarui: 18 Maret 2016   09:42 2732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: Kompas.com"][/caption]Walau artikel ini memuat topik politik dan trend humaniora, tapi saya meletakkannya ke kategori Teknologi karena melihat betapa besarnya pengaruh teknologi tersebut terhadap gerakan pendukung dan relawan Pak Ahok. Mengapa bisa tumbuh begitu besar, agresif dan militan sampai parpol dan banyak anggota Dewan ketar ketir?

Sebagai praktisi di dunia IT, saya sering berkutat dengan trend teknologi dan memahami analisa statistik sehingga mencoba menyempatkan diri untuk mereview tentang hubungan antara platform teknologi, gerakan politik dan efek media sosial sebagai alat katalisnya. Walau bukan ahli di bidang politik, saya menemukan beberapa poin menarik yang mungkin bisa menjadi argumen kenapa gerakan relawan ini patut untuk diapresiasi dan diperhatikan dengan lebih hormat oleh anggota Dewan dan parpol itu sendiri.

Pada artikel saya sebelumnya dengan judul Teman Ahok: Trend Kebangkitan Pemuda?, ada kalkulasi saya bahwa ini akan memicu gerakan di daerah lain dengan cepat. Dan ternyata perhitungan saya itu mulai ada dengan munculnya gerakan Ayo Jogja Independen (baca beritanya disini). Gerakan ini dinyatakan untuk menjawab ketidakpercayaan rakyat terhadap parpol. Diberitakan juga bahwa mereka sudah mulai mengumpulkan 30 calon independen. Wow.. cukup cepat respon di daerah memanfaatkan momentum gerakan relawan seperti di DKI.

Bagaimana dengan daerah lain? Bukan tidak mungkin akan muncul lagi kedepannya. Namun saya lebih membahas mengapa trend ini lebih bisa muncul saat ini dan bukan pada waktu lalu. Padahal sudah ada calon dari independen di pilkada sebelumnya. Lalu kenapa sekarang dan apa faktor yang membuatnya lebih menyeruak di kehidupan politik kita?

Kampanye Partai atau Media Sosial?

Sejatinya komunikasi antara parpol dan pendukungnya sangat intens ketika kampanye. Memang diluar jadwal kampanye selalu ada komunikasi yang terjadi tapi tampak dengan jelas ada sesuatu yang mampet di saluran komunikasi formal politik partai selama ini. Terlihat dengan banyaknya berita tentang suap menyuap, korupsi dan tindakan melanggar hukum dari para anggota Dewan atau pejabat di pemerintahan yang berasal dari partai.

Berita seperti itu sudah menjadi rahasia umum. Sulit untuk dibuktikan semua walau sebagian sudah jadi kasus dan bau keterlibatannya lebih menyengat dibanding bau bangkai. Dengan kata lain, persepsi publik terhadap seleksi anggota partai kemudian menjadi anggota Dewan atau pejabat pemerintahan sudah tidak dipandang dengan baik lagi. Yang terjadi adalah model komunikasi internal dan tertutup. Permainan hanya diketahui orang dalam partai saja. Konstituen hanya menjadi penonton dan boleh mengintip sejenak ketika kampanye.

Lalu muncul sarana media sosial, sebuah platform komunikasi berbasis teknologi. Pada mulanya tidak digunakan untuk tujuan politik secara khusus. Tapi tidak lama kemudian panggung dunia politik pun ikut dibahas dengan intens. Dan kini kita bisa melihat trendnya dimana setiap minggu selalu ada trending topic terkait isu politik dan tokohnya di negara kita.

Untuk mempermudah pemahaman pembahasan, sekarang kita lihat apa ciri-ciri kesamaan antara politik dan sosial media:

  • Keterhubungan - Anda mengetahui apa yang saya lakukan, saya mengetahui apa yang anda lakukan
  • Keterlibatan - Saya tahu apa yang anda katakan, anda tahu apa yang saya katakan
  • Pengaruh - Saya tahu apa yang anda inginkan, anda tahu apa yang saya inginkan

Sekarang kita lihat kondisi dari parpol. Apakah menurut anda masih tinggi tingkat keterhubungan, keterlibatan dan pengaruhnya? Setidaknya menurut anda sebagai warga negara atau bagian dari publik?

Bandingkan dengan sosial media saat ini. Mengapa pihak parpol tidak melihat apa yang diinginkan pendukungnya dengan lebih baik? Mengapa mereka berharap bahwa apapun yang mereka katakan akan diamini oleh mayoritas konstituen? Apakah perlakuan mereka (baik ketua dan semua anggota) selama ini tidak diketahui oleh pendukungnya?

Perhatikan pola hirarki dan keterkaitan antara partai/dewan dengan interaksi media sosial pada gambar dibawah ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun