Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kekerasan Remaja: Publik Semakin Permisif?

21 Agustus 2016   11:37 Diperbarui: 2 September 2016   14:07 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekerasan saat ulang tahun. Tribunnews.com

Tidak mudah bagi saya menulis artikel tentang kekerasan remaja ini. Pertama, saya sendiri mengalami bullying sewaktu masih kecil oleh kakak kelas dan alasan lain saya juga memiliki putri yang sudah remaja. Sebagai bekas korban bullying dan juga ayah seorang remaja putri, membayangkan derita yang harus dilewati oleh pelajar putri yang diduga dari SMK PAB 1 Patumbak, Deli Serdang itu saja sudah membuat saya geram dan marah.

Banyak netizen yang bereaksi keras dan memprotes kenapa harus merayakan ulang tahun dengan cara demikian? Terlepas dari berbagai sumpah serapah yang menyesali kejadian buruk itu, ada juga netizen yang menganggap bahwa peringatan seperti itu hanya sebagai acara untuk nostalgia ala remaja, yang nanti dimasa depan akan dikenang dengan indahnya. 

Ada pula yang mengatakan bahwa generasi remaja sekarang sudah manja dan cengeng. Sedikit saja dikerjain langsung meledak beritanya. Wow.. bisa jadi netzen yang mengucapkan itu belum pernah mengalaminya sendiri atau berlagak kuat? Entahlah...

Aksi Kekerasan yang Meningkat

Kejadian ini berbeda dengan kasus orang tua murid yang memukul guru karena menghukum anaknya. Di sini belum ada aksi pembalasan level orang tua. Masih tahap "penyiksaan & pembalasan" oleh teman sekelas. Lagi pula hanya diikat kok, bukan disekap paksa. Paling dilemparin telur bukan dipukul sampai babak belur, Dan buktinya, masih mengajak teman yang lain untuk melalukan aksi balasan lagi ke teman yang lain. Asyik bukan? 

Tidak asyik sama sekali! Bisa jadi kejadian ini merupakan pengulangan dari kejadian yang lain di masa lalu dan memang trendnya seperti demikian. Semakin lama level "ledekan dan gaya ngerjainnya" semakin meningkat. Semula masih lucu dan penuh canda, lama-kelamaan menjadi kesenangan sepihak. 

Dan akhirnya tanpa sadar sudah menjadi kebiasaan menyiksa dan mengintimidasi. Bagaimana tidak menyiksa kalau sampai diikat begitu? Bagaimana tidak  mengintimidasi kalau sudah menangis pun masih terus dikerjain? Bagi anda yang bermental baja dan berkata bahwa itu hanyalah aksi spontan anak muda: letakkan posisi anak, adik atau keponakan yang menjadi korban. Lalu sekarang apa tindakan anda sekiranya anda menyaksikannya?

Yang menarik bagi saya adalah: fenomena kekerasan ini semakin marak dari waktu ke waktu. Dan kita sebagai publik semakin mudah mengakses informasi kejadiannya berkat teknologi yang sayangnya ikut juga digunakan dalam merekam kejadiannya. 

Semakin banyak kejadian bertema kekerasan remaja yang dipertunjukkan ke publik baik dengan alasan pamer atau memang mau mengajak agar publik bereaksi baik mengutuk maupun aksi lainnya. Tapi sepertinya publik tidak menganggap masalah ini penting dan pantas untuk diperhatikan. Bandingkan dengan kehebohan topik lain misalnya?

Coba lihat di laman Kompasiana sendiri. Lalu buka bagian Artikel Pilihan, pada saat artikel ini saya tulis, ada 18 artikel untuk topik Kebijakan Harga Rokok, untuk topik DwiKewarganegaraan malah sampai 24 artikel. Sementara topik Kekerasan di Ulang Tahun? Hanya 2 saja, itupun satu malah dari Admin Kompasiana. 

Apakah topik kekerasan remaja bukan topik yang keren? Bisa jadi. Itu sekilas pengamatan saya ketika mengukur aspek ketertarikan publik terhadap satu topik. Bisa jadi topik kekerasan remaja kalah penting dibanding kenaikan harga rokok, tapi menurut anda pertumbuhan anak itu kalah penting?

Anomali Masyarakat

Walaupun topik kekerasan ultah ini mungkin tidak menarik bagi Kompasianer, sayangnya saya juga melihat bahwa kejadian ini tidak menarik bagi pihak berwewenang lainnya. Saya tidak menemukan artikel yang menunjukkan reaksi dari sekolah, dinas pendidikan setempat, bahkan kepolisian mengenai kasus tersebut, semoga saya yang salah karena belum menemukan beritanya sampai ketika artikel ini saya tulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun