Pada akhirnya, penerapan on-demand economy memberikan peluang kepada developer lokal (startup lokal) untuk mencoba peruntungan di industri digital yang selama ini masih dikuasai asing. Bukan masalah mudah sebenarnya, tapi dengan teknologi dan konsep on-demand economy hal tersebut menjadi memungkinkan. Sejalan dengan tujuan pemerintah, regulasi yang bagaimana yang cocok dengan kondisi ini? Apakah benturan antara perusahaan taksi tradisional yang lamban mengadaptasi perubahan jaman tetap jadi acuan kasus, atau lebih berpihak kepada kebutuhan dan kepuasan konsumen secara lebih luas?
Samakah respon pemerintah jika kondisi di atas sudah berubah sedikit. Misalnya, sudah banyak perusahaan taksi lokal yang menerapkan teknologi demi efisiensi dalam lini bisnisnya? Masih relevankah pemblokiran dengan alasan regulasi? Atau sekarang medan persaingan lebih kepada aplikasi taksi online Vs aplikasi ojek online misalnya? Mana yang lebih disukai pasar? Mana yang lebih memuaskan kebutuhan konsumen?
Jika pelaku taksi lokal kini menjadi korban dari Uber, lalu di masa depan pelaku bisnis lokal mana lagi akan menjadi korban? Dan jika pesaingnya adalah perusahaan lokal sendiri, lalu apakah ada perbedaan cara pandang kita (baik konsumen maupun pemerintah) terhadap kondisi itu? Dengan kata lain, apakah kasus taksi lokal Vs Uber itu memang kasus perusahaan tradisional Vs teknologi atau lebih kepada perusahaan asing Vs lokal?
[caption caption="Sumber: weheartit.com"]
Penutup
Menurut hemat saya, sebaiknya pemerintah lebih berfokus kepada regulasi untuk mendukung pertumbuhan industri digital sebagai salah satu bentuk dukungan aktif  demi industri dalam negeri itu sendiri. Bisa diarahkan untuk  memperkuat pelaku industri lainnya. Tapi, yang lebih penting adalah pemahaman dari pemerintah itu sendiri dengan tren dan model bisnis di era teknologi saat ini. Kalau tidak, modelnya masih hanya berkutat main blokir, menghempang dengan alasan pajak yang tidak masuk ke negara, dsb. Praktisnya hanya fokus keuntungan jangka pendek. Bukan fokus ke pertumbuhan dan keuntungan jangka panjang.
Tidak mudah memahami perubahan bisnis di era teknologi sekarang ini. Lebih sering regulasi tertinggal dibanding praktik bisnis. Untuk meminimalkannya, pemerintah perlu merekrut berbagai kalangan dari industri terkait dan belajar mengubah persepsi kalau bisnis masih dilakukan dengan model "as usual".
Jika kita masih berkutat di masalah taksi Vs Uber, mungkin Anda perlu mendengar layanan baru dari HyreCar. Layanan dari startup dari Amerika ini memberikan kemudahan bagi pengemudi yang ingin menjadi supir Uber tapi tidak memiliki mobil. Jadi, Hyrecar membantu masalah ketiadaan mobil tersebut sehingga calon pengemudi bisa mencoba peruntungannya di bisnis on-demand economy. Coba bayangkan bisa diterapkan di Indonesia, berapa potensi pengangguran yang bisa terbantu? Coba bayangkan bila konsep itu diterapkan di berbagai jenis bisnis? Apakah masalah pengangguran bisa lebih diminimalisasi?
Masih berpikir ini hanya masalah seputar ekonomi kapitalis? Atau mungkin ini adalah bentuk ekonomi berbasis kebebasan dan efisiensi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H