Namun supply ini ternyata juga memasok SDM ke industri lain yaitu industri startup. Sejalan dengan perkembangan industri startup global yang semakin marak, maka semakin banyak pula VC dan perusahaan startup kelas dunia yang membuka cabang di Indonesia. Dan tentunya mereka membutuhkan SDM bukan?
Baik mas Adit maupun mas Putro mengamini kalau ekosistem startup lokal Yogyakarta sudah terbentuk dan mulai menampakkan geliat yang lumayan besar dibanding tahun lalu atau bila dibandingkan dengan kota lain seperti Bandung misalnya. Kini sudah banyak startup mencari talent dengan salary yang cukup menggiurkan. Kalau startup lokal Yogya sudah berani mulai dari 4 juta per bulan sebagai salary entry level. Sementara startup nasional/punya funding besar bahkan mulai dari 6 juta rupiah per bulan. Contoh kasus adalah Go-Jek yang sudah membuka kantor cabang di Yogyakarta.
Artinya, kini para pelaku startup sudah mempunya kelas tersendiri dan tidak semuanya lagi mengandalkan kekuatan kantong sendiri alias self funding seperti biasa terjadi di era tahun 2011 lalu. Banyaknya program inkubasi dan pendanaan serta lomba yang diadakan berbagai lembaga sebagai bukti mengapa masalah funding bukan lagi menjadi masalah utama saat ini.
Partisipasi Kampus & Pemerintah Daerah
Suka atau tidak kampus harus adaptif dengan perubahan ini. Menurut mas Adit pihak kampus harus mau mengakomodasi kebutuhan ini jika ingin mengakselerasi pertumbuhan industri lokal DIY khususnya industri startup. Saat ini kebanyakan kampus masih berorientasi membangun SDM IT dengan konsep proyek dan bukan startup. Padahal kedua konsep itu berbeda. Bila proyek berorientasi produk pesanan, maka produk dari startup adalah berdasarkan kebutuhan dan solusi.
Beberapa kampus memang sudah mengantisipasi dengan cepat. Contohnya UGM dan STMIK Amikom yang sudah menjadi langganan berbagai kompetisi startup dan program inkubasi baik nasional maupun lokal. Namun sebenarnya kemampuan kampus masih bisa ditingkatkan dan diperluas dengan menyiapkan SDM untuk menjadi karyawan di industri startup sebagai target spesifik.
Walau tidak secara langsung berinteraksi dengan industri kreatif dalam hal ini industri startup, saya melihat peran penting dari pemda sebagai wakil dari pemerintah. Jika pemda menaruh perhatian dan mau duduk bersama dengan dunia akademik dan bisnis (dalam hal ini adalah para pelaku startup dan Ventura Capital) maka sinergi diantaranya akan mempermudah pertumbuhan startup secara signifikan. Contoh kasus adalah inisiatif Sultan Hamengku Buwono X yang mengajak Telkom membuka pusat kreatif berbasis teknologi di Yogyakarta. Pihak Telkom tentu sudah menganalisa sebelumnya kalau di Yogyakarta banyak kampus berdiri sehingga menjamin ketersediaan tenaga SDM untuk startup maupun industri berbasis IT.
Pola sejenis juga sudah diimplementasikan di kota lain seperti Malang. Solo, Makassar, dsb. Dalam hal ini saya mewakili mentor dari Indigo Incubator bisa mengatakan bahwa Telkom sudah membuka banyak cabang DiLo (Digital Lounge) diberbagai kota di Indonesia selain pusat inkubasi BDV Bandung, JDV Jogja dan JakDV Jakarta. Saya melihat bahwa akselerasi ini tidak akan melambat sampai 5 tahun kedepan karena ekosistem startup di Indonesia sedang berkibar dengan baik.
Realita di Lapangan
Mengapa terjadi talent war di lokal Yogyakarta? Sebagai kota kreatif, persepsi bahwa kota Yogyakarta adalah tempat yang nyaman dan kondusif bagi berdirinya kantor startup memang tidak terbendung. Kini kota Yogyakarta sudah dikenal bahkan sampai tingkat global. Jika pada tahun 2010 saya masih sendirian membantu berdirinya Gameloft sebagai entiti bisnis dari global, kini sudah puluhan orang yang bertindak seperti saya baik untuk ventura capital global dan lokal. Juga untuk perusahaan startup besar yang membuka cabang di kota gudeg ini. Contoh kasus seperti Go-Jek caban Yogya. Hanya dalam waktu 5 tahun percepatan itu sangat terasa. Bagaimana pula 5 tahun kedepan?
Salah satu bukti bahwa Yogyakarta sudah dilirik oleh pasar global bisa saya ambil dari diajaknya kolega saya mas Putro mewakili startupnya Kulina ke acara tahunan Web Summit 2015 di Dublin sebagai Alpha Startup. Jika anda mau tahu, Kulina ini bahkan belum muncul di pertengahan tahun 2015 lalu. Hanya dalam beberapa bulan sudah mendapatkan undangan ke level global seperti itu merupakan satu tanda nyata kalau industri startup lokal Yogya sedang bergerak mantap.