Dikisahkan oleh :
Agnes
   Mamaku selalu berkata, bahwa sejak kecil aku sudah menyukai permainan yang mengarah pada dokter. Terus terpupuk hingga aku menginginkan kelak aku menjadi dokter semakin menggebu gebu. Sedang bila dilihat dari latar belakang keluargaku, banyak yang mencibir aku. Mana mungkin anak seorang penjual pisang goreng bisa membiayai anak tunggal nya kuliah di kedokteran. Orang tuaku tidak pernah melarang atau mengalihkan keinginan ku menjadi dokter. Mereka tetap mensupport aku, walau aku tahu, mereka juga tidak ada biaya ke arah sana. Mereka selalu menekankan, berdoa mohon pada Tuhan, Tuhanlah yang dapat mengabulkan keinginanku.
   Saat lulus SMA, aku tidak dapat melanjutkan kuliah. Keuangan orang tuaku tidak cukup untuk biaya kuliah. Lalu aku bekerja di dua tempat. Sebagai SPG produk handphone dan agen asuransi yang freelance.
Apakah keinginanku menjadi dokter pupus? Aku sedih?
Tidak sama sekali. Aku tetap menginginkan kuliah di kedokteran, mungkin tertunda satu tahun, tapi aku tetap semangat ke arah sana.
Aku juga tetap berdoa, mohon kelancaran jalanku supaya aku menjadi dokter. Aku ingin mengabdi untuk orang banyak, ingin mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit orang banyak.
   Sinar cerah datang padaku, setelah aku, saat menawarkan asuransi, bertemu dengan calon klien ku.
Dia seorang lajang yang kaya. Kesibukannya luar biasa, sehingga dia tidak sempat mencari pasangan. Dia, bernama mas Wongso Wahono, usia 32 tahun. Selain ambil asuransi dari aku, beliau juga menyatakan suka padaku.
Akhirnya kami jalan bersama bergandengan tangan.
Setelah tahu bahwa aku dari kecil berkeinginan menjadi dokter, namun biaya sebagai kendalaku. Beliau dengan tulus memberi semangat dan biaya untuk aku melanjutkan kuliah di kedokteran.
Harapanku terbuka lebar, semangatku luar biasa. Aku bersyukur Tuhan membuka jalan untuk keinginanku.
Akhirnya aku kuliah kedokteran, dan nilaiku selalu bagus. Aku mendapat beasiswa ke universitas di Seoul, Korea Selatan.
Aku hidup di Korea, banyak aku dapati disana, kebudayaannya, kegigihannya, ke loyalan nya pada produk Korea sendiri dan lain sebagainya.
   Mas Wongsoselalu menyemangati aku, juga orang tuaku.
Aku terharu, indahnya bila orang dekat yang kita cintai, memberikan dukungan pada kita. Aku terharu.
Aku lulus dengan cumlaude.
Sekembalinya ke Indonesia, aku mengembangkan pengobatan sosial.
Sehingga aku dapat membantu orang banyak. Hidupku lebih dari cukup. Mas Wongso selalu menopangku.
Kami menikah dan memiliki tiga anak, yang sulung gadis manis dan adik adiknya perjaka ganteng.
Aku hingga kini masih menjalankan praktek pengobatan sosial. Suamiku, mas Wongso selalu dibelakang ku, penyemangat ku.
Trima kasih mas Wongso, suamiku tercinta.