Dikisahkan oleh :
Maxime Dupont
   Aku, memiliki sifat introvert, pemalu, pendiam. Sejak kecil, aku selalu bermain sendirian.
Kakakku suka berkumpul dengan teman temannya, mereka main bentengan, petak umpet dan lainnya.
Adik ku suka bermain bersama satu atau dua temannya untuk main boneka. Mereka mengambil peran, seperti kehidupan orang dewasa. Ada yang berperan sebagai ibu dan ada yang sebagai ayah.
   Sedangkan aku, lebih suka menghabiskan waktu seharian untuk menggambar, atau membuat patung dari berbagai bahan yang ada.
Seperti, sabun batang, lilin, kayu, bambu juga tanah liat. Bakat seniku memang lebih terasah dari pada kakak laki laki ku maupun dengan adik perempuan ku.
   Hingga dewasa, aku tetap seperti itu. Hatiku sering kesepian, jika aku bandingkan dengan kakakku yang hampir setiap hari di jemput temannya untuk main keluar rumah hingga sore bahkan kadang malam. Adikku lebih mendekatkan pada pacarnya setelah dia gadis. Selalu saja ada penggantinya bila mengalami putus cinta.
  Tapi aku?. Aku lebih suka jalan ke belakang rumah lalu menyusuri persawahan kecil dan disana ada sungai. Aku selalu sendirian ke sungai itu. Kadang aku tertidur di bawah pohon sawo yang banyak terdapat di pinggiran sungai itu.Â
Kami sekeluarga tinggal di sebuah desa di daerah Magelang, Jawa tengah.
Ke dua orang tua ku asli Perancis, namun mereka suka dengan kehidupan di indonesia.
Kami semua lahir di Indonesia, sehingga kami fasih sekali bahasa Indonesia, terutama bahasa Jawa di banding bahasa Perancis.
   Sayangnya, setelah kami beranjak remaja, orang tuaku kembali ke Perancis dan kami semua melanjutkan pendidikan di Perancis.
Setamat SMA, aku kuliah Seni patung dan aku mulai gemar membuat patung.
Aku banyak menghasilkan patung berbagai rupa dan bentuk. Aku jual dalam even pameran, baik di Perancis maupun di luar Perancis.
Saat usiaku menginjak tiga puluh tahun, kakakku telah menikah dan memiliki 2 anak. Adikku juga telah menikah, sekarang sedang hamil anak pertamanya.
Aku sendiri belum pernah mengenal seorang wanita. Setiap wanita yang datang pada kehidupanku sering kali mundur sendiri.
   Tiga tahun kemudian, aku putuskan kembali ke Indonesia sendirian. Barangkali aku bisa mendapat gadis indonesia.
Aku tinggal di desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa tengah. Desa ini terletak di tepi sungai Bengawan Solo, terkenal dengan industri gerabahnya.
Disana, aku membeli rumah tua, lalu merenovasi nya, hingga kini aku tinggal disana.
Bahasa bukan kendala bagiku, aku hanya mengingat kembali saat kecilku, aku bisa bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa.
Aku menjual seluruh koleksi patungku, untuk bekal hidup di Indonesia, dalam sebuah even pameran tunggal di Paris, Perancis. Semua habis terjual. Namun ada satu patung, seorang gadis yang sengaja aku tidak jual. Gadis tersebut berukuran sesuai tinggi gadis di Indonesia. Aku mencintainya, aku selalu berbicara dengannya, seolah olah dia hidup. Memang keinginanku seperti itu, suatu saat dia hidup dan mengisi kekosongan hatiku. Patung gadis tersebut aku sengaja tempatkan di sudut ruang tamuku. Sehingga setiap tamu dapat melihat cantiknya patung kesayanganku.
   Tepat di bulan Ramadhan, malam itu, aku sedang menyelesaikan patung kuda, pesanan dari hotel di Bandung. Karena terlalu lelah aku tertidur di tempat. Pagi dini hari, aku merasa gadisku bergerak mengusap rambutku dan berkata bahwa dia, mau menemani hidupku hingga akhir hayat ku. Dia akan mengisi kekosongan hatiku selama ini. Aku tersentak kaget dan langsung terbangun.
   Malam itu, adalah malam takbiran, sehingga di desa ku masih sangat ramai. Suasananya sangat meriah.
Aku pandangi gadisku dengan perasaan percaya penuh bahwa dia yang mengatakan hal itu padaku. Hatiku sangat senang, baru pertama kali ini aku merasa tersambung perasaanku dengan gadisku.