Dari sekian banyak pemuda yang tersebar di bawah kolong langit ini, mungkin frater adalah sosok pemuda yang cukup beruntung. Sebab, kata orang frater adalah sosok yang selalu mengundang sejuta tanya, wajahnya selalu memancarkan beribu misteri yang entah kenapa sangat sulit tuk dipahami. Frater selalu berhasil mengggiring siapa saja untuk sejenak ikut bertualang dalam bingkai pemikirannya, sebab menurut anggapan banyak orang frater adalah sosok yang dilimpahi banyak kecakapan. Salah satunya ialah cakap dalam urusan "menjaga orang punya jodoh".Â
Memang sebagai manusia biasa kehidupan menjadi seorang frater juga tidak bisa terlepas dari sebuah pengalaman asmara, pengalaman jatuh cinta. Jatuh cinta memang bukan hal yang tabu bagi kehidupan seorang frater. Namun persoalan akhirnya muncul, frater mengingkari janji setianya, yakni janji untuk setia hanya kepada Dia yang telah memanggilnya.Â
Banyak calon imam pada masa kini yang dengan tahu dan mau mengingkari kalau tidak mau dibilang mengkhianati janji setianya kepada Tuhan yang telah memanggil dirinya. Cinta asmara bukan sesuatu yang buruk atau bentuk dosa bagi kalangan biarawan-biarawati (frater). Hanya saja cinta mencintai dan kehidupan membiara adalah dua hal yangg berbeda bahkan bertolak belakang karena pilihan hidup. Orang yamg memilih mencintai istrinya atau suaminya jelas tidak memilih kehidupan membiara, begitu juga sebaliknya. Lalu bagaimana menjelaskan polemik yang kini lagi trand-trandnya itu.
Frater memiliki mulut yang manis, sehingga apapun yang keluar dari mulutnya semuanya terasa manis. Sebab kalau tidak demikian bagaimana mungkin gadis-gadis dapat luluh hatinya dan kemudian menjalin hubungan asmara dengan pemuda berjubah itu? Sungguh pemuda berjubah seperti demikian telah masuk dalam lorong kekeliruan yang sangat gelap.Â
Mereka sangat keliru dan akhirnya tidak menyadari bahwa gadis yang tengah menjalin kisah asmara dengan dirinya sesungguhnya milik orang lain.
Gadis yang dicintainya dan selalu dirindukanya dari matahari terbit hingga terlelap dan terbenam di ufuk barat adalah jodoh orang lain. Ia salah persepsi, sesungguhnya selama ini ia sedang menjaga dan merawat orang punya jodoh yang hanya dititipkan kepadanya. Banyak pemuda berjubah yang berubah menjadi penjaga keamanan, ia menjaga supaya gadis yang bukan ditakdirkan untuk dirinya "orang pu jodoh" itu tetap aman dalam dekapannya barang hanya sesaat saja, sebelum pemuda yang lain datang mengambilnya.
Aneh bin nyata, para frater sebenarnya juga mengetahui bahwa dalam banyak kesempatan dirinya hanyalah tempat pelarian semata bagi gadis-gadis di luar sana, tapi dengan tahu dan mau ia tetap bersitegang untuk masuk dalam jeruji perangkap kaum hawa muda.Â
Untuk para pemuda berjubah, beranilah berpikir untuk menyadari bahwa sekujur tubuhmu telah dibaluti dan diselimuti oleh sehelai jubah putih lambang kesucian. Biarkanlah kesuciannya tetap menjadi cahaya yang selalu setia menerangi lorong-lorong gelap tempat kau jejaki tapak-tapakmu.Â
Tetaplah berlangkah menuju sumber suara yang telah memanggilmu sejak dalam kandungan ibumu, dan yang telah mengangkatmu dari jurang mala petaka serta menarikmu dari liang kubur ternganga, jangan biarkan keharuman spiritualmu hilang lenyap hanya karena kekeliruanmu sendiri. Sebab engkau sudah terlalu fokus dalam rutinitas tak berfaedahmu"menjaga orang punya jodoh".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H