: samudera [caption id="attachment_153369" align="aligncenter" width="491" caption="http://coffeeblackproductions.wordpress.com/"][/caption] Secangkir kopi pertama yang kau seruput di pagi hari adalah filosofi yang diracik bersama berita-berita koran dari negerimu, yang semakin keruh, seperti kesejatian secangkir kopi sempurna, yang berwarna kumuh. Di dalamnya, doa-doa dan harapan dilahirkan, menjelma rasa manis dari susu cap bendera dan desir gula pasir yang semacam mengingatkanmu selalu pada pasir-pasir pantai yang memuisikan kenangan. Secangkir kopi, bagiku, adalah mantra menuju dadamu yang terdengar seperti bunyi denting-denting sendok yang beradu dengan dengan tepi cangkir dari gelas. Kunamai ia bunyi samudera. Tempat orasi-orasi berloncatan bersama konspirasi-konspirasi yang tidak kau biarkan aku masuki. Tapi aku memang tidak peduli. Secangkir kopi adalah waktu yang tertuang dalam tiap tetes kopi yang menjadi diammu dan sunyiku yang sesak oleh aroma tajam. Kopi. Kopi yang filosofis, terhidang sepenuh cinta, yang ada pada setiap kepergian dan kepulanganmu..
(waktu adalah pusaran yang harum, seperti secangkir kopimu yang
ditakdirkan menjadi prosaku. jadi, mari menikmatinya, samudera)
Fiksi-fiksi dashyat adanya di: kampung fiksi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H