basah tanah
derai rintik air yang menyanyikan simfony rindu
usai berpongah dengan terik mentari
jemari yang resap membasuh luka
tubuh yang senyap sewarna pelangi
mengalir dari ketinggian waktu
hingga beranda takdir
secangkir kopi
menyeruput gigil sembari tawarkan gurau
sebatas rindu bercumbu di tepi gelas
dan kepahitan itu masih terasa
ketika pekat menggaris hidup
dan mimpi mengubur kenangan
padahal aku menyeduh dengan sempurna
selagi hangat
ranum cinta
mengusik tebing dan padang tak bertepi
hingga rupa belas kasih di keheningan ruang
koyak bagai angin menerpa lentik ilalang
jemari pun menjelma bayang-bayang impian
namun tak seindah gerimis hujan
apalagi serindu hangat kopi
di pelatar senja
aku menari dendangkan getir hujan
aku tersenyum bercermin jelaga kopi
dan cinta berlari mengurung diri
banjarmasin 22/2/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H