Kamis (18/12) siang sekitar jam 13.05 WIB, rombongan pemain dan ofisial tim nasional Indonesia terbang ke Bangkok dengan misi tunggal: balas dendam atas kekalahan 0-1 dari Thailand pada semifinal leg pertama Piala AFF 2008 di Gelora Bung Karno,
Selasa lalu. Tidak sedikit menganggap, itu mission impossible. Hanya mukjizat yang bisa mengubahnya menjadi mission possible.
Mungkinkah Indonesia mengalahkan Thailand 2-0 di kandangnya? Atau jika tidak menang 2-0, cukuplah menang 2-1 untuk memaksakan perpanjangan waktu dan mencuri tiket final lewat adu penalti? Jika Indonesia gagal ke final, apakah jabatan Pelatih Benny Dollo aman?
Dalam situasi sulit ini, diskusi-diskusi informal seputar nasib Benny Dollo mulai muncul di kalangan wartawan peliput sepak bola di PSSI.
Andaikata Selasa lalu, Charis Yulianto bisa mencetak satu gol saja ke gawang Thailand, kita patut percaya bahwa lawatan mereka ke Bangkok adalah sebuah mission possible.
Sedangkan yang terjadi Selasa lalu adalah penampilan pemain-pemain Indonesia yang penuh kebingungan menghadapi kecepatan dan permainan fisik pemain Thailand.
Di luar dugaan, Pelatih Benny Dollo berjudi dengan merotasi dua pemain, bek Nova Arianto menggantikan M Roby dan Irsyad Aras menggantikan Arif Suyono di posisi gelandang kanan. Soal Nova, Benny menjelaskan, ia bermaksud meredam bola-bola atas Thailand dengan memanfaatkan postur Nova yang tinggi besar.
Untuk Irsyad, Benny tidak menjelaskan dan hanya menyatakan "surprise" atas penampilan pemain PSM Makassar yang dia nilai "tidak jelek" itu. Dari jalannya permainan, keputusan Benny Dollo soal Nova terbukti gagal.
Bukannya benteng pertahanan semakin tangguh, Indonesia malah kebobolan gol di menit ke-6 oleh striker Teerasil Dangda.
Berawal gerakan akrobatik Dangda mengecoh Charis di depan kotak penalti, Dangda menyodorkan bola ke tandemnya, Teeratep Winothai, yang kemudian melesakkan umpan silang melambung ke depan gawang Markus Horison.