Mohon tunggu...
Mh Samsul Hadi
Mh Samsul Hadi Mohon Tunggu... profesional -

Bergabung “Kompas” pada 2002, tiga tahun setelah memulai petualangan di ranah sepak bola. Meliput antara lain Piala Asia 2000 Lebanon; Asian Games 2006 Doha, Qatar; Piala Eropa 2008 Austria-Swiss; Piala Konfederasi 2009 Afrika Selatan; Piala Dunia 2010 Afrika Selatan; Piala Eropa 2012 Polandia-Ukraina. Sejak April 2014, bertugas di Desk Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Geneva, Kota Tanpa Asap

6 Juni 2008   20:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:26 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meski lelah, takut rasanya untuk memejamkan mata dalam perjalanan kereta menuju pusat Kota Geneva. Khawatir kebablasan. Kata relawan Euro 2008 di bandara, hanya beberapa menit saja perjalanan menuju Stasiun Geneva. Benar saja, sekitar 5-10 menit setelah berangkat dari Stasiun Aeroporto, kereta pun tiba di Stasiun Geneva.
Dari permukaan, stasiun hanya berupa hamparan teras dengan beberapa jalur rel terbentang. Setelah turun dari kereta, penumpang turun ke bawah lewat tangga dan di situlah baru terlihat toko-toko roti, kios koran dan surat kabar. Seperti di Stasiun Gambir, penumpang kereta harus menuruni tangga untuk mencapai halaman depan stasiun.
Setelah turun melewati tangga dan berjalan di lorong, terlihat beberapa relawan berseragam UEFA berdiri sedang memberikan penjelasan pada penumpang. Tak jauh dari mereka berdiri, di sisi kiri terdapat meja petugas UEFA. Relawan perempuan itu menyarankan agar memilih bus jalur 13 dan turun hingga pemberhentian terakhir untuk mencapai Stadion Stade de Geneve.
Di luar stasiun, sudah ramai dengan para suporter Portugal yang berjalan-jalan di trotoar. Di sebuah sudut perempatan, mereka menabuh drum sambil meneriakkan yel-yel dukungan pada timnas mereka. Aroma pesta sepanjang hampir satu bulan di Swiss dan Austria mulai tercium menyengat. Masih di tempat itu, beberapa orang memakai kostum timnas Turki. Apakah bakal ada bentrokan fisik, misalnya, jika suporter kedua tim bertemu?
Bus-bus ramah lingkungan
Tempat mengetem bus dan tram itu terletak di depan pintu keluar stasiun. Bentuknya seperti halte dengan atap yang lebih panjang. Tempat itu bukan hanya pemberhentian bus-bus, tetapi juga tram. Ada jalur rel yang bagian besinya rata dengan jalan raya. Kendaraan atau mobil yang melintas di atas rel-rel itu tidak "nggronjal". Di depan stasiun itu juga terparkir beberapa taksi, tetapi kebanyakan penumpang lebih memilih naik bus atau tram.
Pada bagian atas bus-bus itu terlihat ada kabel yang terkait dengan kabel yang menjulur sepanjang jalanan, mengikuti kelok-kelok jalan. Bus-bus transportasi publik itu tampaknya digerakkan dengan tenaga listrik sehingga mengurangi polusi di Kota Geneva. Praktis, nyaris tidak tercium bau asap knalpot kendaraan bermotor di kota tersebut.
Di halte itu, terdapat peta atau jadwal perjalanan dan trayek bus-bus serta tram-tram. Berbekal informasi dari relawan perempuan di stasiun, saya mencari bus jalur 13 seperti yang dia sarankan. Ketika datang, bus dipenuhi cukup penumpang. Banyak penumpang, yang sebagian memakai kostum tim Turki dan Portugal, berdiri. Terjawab sudah pertanyaan tadi bahwa tidak ada bentrokan saat suporter Portugal dan Turki bertemu.
Dalam perjalanan membelah Kota Geneva, beberapa bendera Portugal dan Swiss menyembul dan terpampang pada kaca toko-toko, jendela apartemen, dan tempat-tempat lain. Beberapa restoran "McDonalds" menghiasi sepanjang perjalanan itu, membuat hati ini sedikit lega. Setidaknya pertanyaan soal di mana tempat mengisi perut pada hari itu terjawab sudah.
Di tengah perjalanan itu, ada sebuah kompleks luas yang dipenuhi dengan tenda-tenda putih. Ada layar lebar terbentang disangga tiang. Itulah zone suporter (fan zone) yang disiapkan untuk menampung para suporter yang tidak memiliki tiket nonton pertandingan.
Konsep fan zone ini diadopsi panitia dari Piala Dunia 2006 Jerman untuk memudahkan penanganan suporter. Seluruh dari delapan kota penyelenggara Euro 2008 menyiapkan fan zone-fan zone serupa. Sedemikian detil UEFA memikirkan penyelenggaraan turnamen sepak bola yang aman dari keributan suporter.
Dalam bus itu, dua pemuda mengaku juga akan menuju Stade de Geneve. Atas bantuan dua pemuda itu, tidak sulit menemukan halte untuk turun. Di seberang dari halte tempat turun itu, tampak tulisan besar-besar "Stade de Geneve" pada bagian atas sebuah gedung.
Mengikuti dua pemuda itu, saya memotong belok kanan di persimpangan jalan dan berjalan sepanjang trotoar. Stadion belum terlihat dari tempat itu, membuat saya agak was-was jangan-jangan saya ditipu dua pemuda tadi. Di sepanjang jalan itu, beberapa kali melintas mobil sedan beratribut tim Portugal menderu dan meluncur ke arah stadion. Cuaca saat itu agak mendung.
Ya, di kota yang tanpa asap itu, sangat nyaman untuk berjalan-jalan di pinggir jalan. Kapan Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia bisa seperti itu? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun