Desas-desus yang saya dengar dari media, angkanay triliunan. Dengan anggaran yang keluar segitu banyak, saya rasa wajar jika infrastruktur kita siap untuk menyelenggarakan Piala Dunia U-17.Â
Alasan yang ketiga datang dari si pemilik hajatan, dari FIFA sendiri. Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah karena Peru dianggap tidak serius dalam menyiapkan perhelatan Piala Dunia U20. Kabarnya masih banyak sarana yang belum dibangun dan tidak memadai untuk diselenggarakannya acara kelas dunai. Kata FIFA begitu.Â
Tentu sebagai bapak organisasi, FIFA tidak mau malu di mata dunia kalau acaranya tidak sukses hanya karena persoalan infrastruktur. Mau ditaruh dimana muka FIFA? Makanya Indonesia yang dianggap sudah memenuhi standar dari sisi saran ditunjuk untuk menjadi penggati Peru.Â
Kasihan rakyat Paru. Pasti pembatalan ini membuat mereka kecewa, sama kecewanya dengan kita saat dulu piala dunia usia 20 tahun tidak jadi diselenggarakan di negara kita.
Tapi saya ingin mengajak kita keluar dari alasan-alasan normatif tadi. Karena alasan-alasan normatif tadi bisa kita perdebatkan.Â
Pertama persoalan laga persahabatan yang berhasil menarik mata dunia. Saya pikir, kalau itu alasanya, bukan cuman Indonesia yang menyelenggarakan FIFA Match Day. Ada Australia yang juga menghadapi Argentina, ada Senegal vs Brasil yang justru lebih mendapat sorotan dunia setelah tim samba takluk, dan ada banyak laga persahabatan lainya. Jadi, saya rasa tidak cukup itu alasanya.
Kedua, kesiapan saran dan prasarana. Apakah Indonesia satu-satunya negara yang memiliki kesiapan? saya rasa dari ratusan negara anggota FIFA, ada banyak yang jauh lebih siap dari Indonesia dari segi kesiapan infrastruktur.
Jadi why Indonesia? Why?
Di sini saya akan mengajukan argumen pribadi. Dasar saya kita negara yang mengakui deklarsi hak asasi manusia, salah satunya hak untuk berpendapat. Saya ingin pakai hak itu, toh saya juga manusia.
Bagi saya ditunjuknya Indonesia sebagai tuan rumah ini tak lepas dari intervensi banyak pihak, dan mungkin juga Pak Erick. Sebagai ketua PSSI saya pikir kecil kemungkinannya Pak Erick tidak tahu menahu kabar pembatalan Peru sebagai tuan rumah. Mungkin saat mendengar kabar tersebut, politik dan taktis segera disusun oleh beliau dan kawan-kawan untuk ikut ambil momentum.
Terkait orientasinya apa, saya kembalikan ke pembaca yang budiman. Ada yang beranggapan sepakbola dipakai oleh pak Erick untuk mendobrak elektabilitas biar masuk di bursa cawapres.Â