Telah terjadinya kericuhan antara pemerintah dalam hal ini satpol pp/wh dengan pedagang kaki lima (pkl) dibeberapa tempat dilingkup Kota Lhokseumawe akhir-akhir ini, hal tersebut dipicu karena penertiban pkl yg digelar oleh Pemko Lhokseumawe.Â
Saat ini pemko lhokseumawe rutin menggelar penertiban pkl secara masif dalam mewujudkan Kota Lhokseumawe bersih dan indah, namun dalam hal ini terdapat perbedaan pandang antara pkl dan pemko yang kemudian terjadi penolakan oleh pkl terhadap kebijakan tersebut. Menurut masyarakat yang berdagang di tepi jalan dalam hal ini pkl, mereka merasa tidak didengarkan dan mereka menganggap pemko telah berlaku semena-mena terhadap masyarakat kecil.
Untuk itu mari kita  lihat sistim yg berlaku sebelumnya, Seperti diketahui bersama untuk kebijakan kepada pedangang tepi jalan pada pemerintahan sebelumnya Masih dalam tahapan plant atau istilah lain penataan seharusnya disrepair tahapan Educasi Ini tidak dilakukan, jadi terkesan adanya pembiaran terhadap aktivitas disemua tepi jalan. Jika pun ada cuma sekedarnya saja tanpa ketegasan, karena pemko saat itu tidak mengambil langkah masif Mengingat kondisi history Aceh Pasca konflik yg menjadi pertimbangan yang sangat mendasar.
Menggelar penertiban paksa yang mungkin terkesan arogansi, hingga menimbulkan kekerasan yang diterima oleh PKL kami rasa hal tersebut sangat melukai hati masyarakat, apalagi sebagian besar PKL adalah ibu-ibu setengah baya. Kami sangat keberatan bila sikap seperti itu terjadi, masyarakat lhokseumawe adalah masyarakat yg trauma akan konflik, tindakan keras apapun yg diterima akan menjadi pemicu trauma, kami rasa pj walikota dapat memahaminya.
Pada saat ini bila PJ Walikota ingin menata, ada baiknya dilakukan sosialisasi dan edukasi terlebih dahulu. Jangan ada kesan gusur-menggusur namun lebih mengarah pada penataan yang baik dan pemberdayaan usaha mikro, hal itu jauh lebih bijak ketimbang mengebiri ekonomi masyarakat kecil. OPD kota lhokseumawe dgn jumlah ASN yang memadai kami Rasa tidak terkendala  dalam melakukan pembinaan terhadap usaha mikro, bila pemko lhokseumawe lebih peka terhadap kesinambungan usaha yg kecil. maka PKL tidak lagi menjadi bulan -bulanan, namun malah sebaliknya pkl menjadi daya tarik tersendiri bagi kota lhokseumawe.
Terdapat banyak sekali PKL dan sejenisnya yang tersebar diseluruh wilayah lhokseumawe, mungkin jumlahnya mencapai ribuan dengan berbagai kategori diantaranya pengecer ikan, penjaja buah, pedagang pulsa, penjual makanan/minuman ditepi jalan atau ditempat wisata dan penjual jajanan.Â
Setiap kategori memiliki pola dagang dan sasaran konsumen yang berbeda, sebagai contoh pengecer ikan dipelataran dan bahu jalan pasar ikan lhokseumawe mereka akan menolak berjualan didalam area pasar ikan dikarenakan dihalaman pasar ikan terdapat para penjual ikan partai besar (grosiran) yang menjual ikan dengan harga setara modal para pengecer, akibatnya dagangan ikan para pengecer tidak akan laku untuk dijual, bila pemko tetap menertipkan pengecer ikan kedalam area pasar maka akan mengalami kerugian besar  jadi solusinya adalah pedagang ikan partai besar harus berada ditempat yang berbeda.Â
Contoh yang lainnya adalah PKL yg terdapat di desa mon geudong kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu yg berstatus janda dan para pengangguran, jauh lebih baik mereka menajalankan usaha mikro untuk menghidupi keluarga mereka. Dari contoh tersebut maka merelokasi atau menutup paksa usaha mereka bukanlah langkah yang tepat  Bila usaha tersebut dihentikan paksa maka akan menjadi hal serius yg berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat menengah kebawah, atau bila mereka direlokasi ke tempat yg tidak strategis juga hasilnya akan buruk.
Semua hal yg ingin dilakukan oleh pemko dapat dilaksanakan sebagai pencapaian, asalkan pemko melakukan langkah duduk bersama dengan PKL serta melibatkan para pegiat sosial dan pakar usaha mikro, karena untuk mengambil kebijakan pemerintah harus mengerti benar bagaimana pola dagang dan latar belakang di tiap-tiap pelaku usaha, dengan begitu kebijakan yg tepat bisa diambil serta semua pencapaian pemko untuk kebersihan & keindanhan lhokseumawe dapat dicapai tanpa ada kesenjangan.
KNPI selaku kepemudaan kota lhoksemawe memandang bahwa pelaku usaha mikro yg terdapat diarea umum atau tepi jalan adalah aset berharga yang harus dijaga, dibina dan diberdayakan sebagai patriot pemberantas pengangguran dan kemiskinan yang sebagian besar dari mereka adalah pemuda kota lhokseumawe.Â
Sebagai aset berharga sudah sepantasnya pemerintah memberikan bekal kepada PKL berupa fasilitas inovatis agar kota lhokseumawe menjadi lebih indah dengan adanya PKL inovatisfserta pkl menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yg datang berkunjung. Serta KNPI Kota Lhokseumawe mendukung penuh UMKM yg berdaya demi kejayaan Kota Lhokseumawe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H