Mari kita kembali ke medio Maret 2020 saat pertama kali pembelajaran dilaksanakan dari rumah. Semua orang seperti terkena serangan panik. Panik karena korona, panik karena sekolah tidak lagi dibuka, dan panik karena mesti berada di rumah saja.
Hampir semua orang mengeluh. Siswa mengeluh karena tugas sekolah datang berentetan seperti berondongan artileri, orang tua mengeluh karena mesti membantu anak mengerjakan tugas dan menyediakan paket data untuk anak, guru mengeluh tentang sulitnya memilih platform yang dapat menjangkau siswa dengan baik yang berujung pada response rate yang tergolong rendah.
Bagi saya pribadi, kondisi ini sungguh teramat pelik. Sebagai pengajar bagi siswa yang sebagian besar adalah anak petani, penambak ikan, nelayan, dan buruh, merancang PJJ yang baik untuk semua siswa tentu bukan perkara semenjana.
Dengan berada di rumah, beberapa siswa yang juga pekerja utama dalam keluarga cenderung melupakan sekolah. Siswa pekerja ini menghidupi adik dan ibu mereka selepas ditinggal pergi ayahnya, entah karena meninggal atau bercerai.
Sebagian yang lain membantu orang tua ke lahan-lahan pertanian, ikut turun ke tambak jika panen tiba, atau menceburkan diri ke pesisir berbecek mengumpulkan kerang kecil untuk dijual.
Sebagian kecil siswa dari keluarga berada, menghabiskan berjam-jam di depan gawai, bertarung dalam game online. Setidaknya ini hal yang saya alami dan saksikan sampai pelaksanaan Penilaian Akhir Semester Genap 2019-2020 berakhir.
Membawa Ruh PJJ dalam Pembelajaran Tatap Muka
Sebaik-baik PJJ ketika disandingkan dengan pembelajaran tatap muka, para siswa saya akan memilih pembelajaran tatap muka karena alasan “kemanusiaan”. Secara azali, anak-anak ini memang terlahir sebagai makhluk sosial.
Pembelajaran tatap muka memfasilitasi sifat sosial manusia tersebut. Interaksi secara langsung dengan guru dan teman, bertanya secara lisan dan ekspresif, berpartisipasi secara aktif, bahkan diam pun dapat bermakna ketika pembelajaran dilakukan secara tatap muka.
Setelah menonton tayangan praktik baik dalam Webinar Seri Guru Belajar Kemendikbud, saya meyakini bahwa PJJ tidak benar-benar berakhir buat saya hanya karena sekarang saya telah berada pada moda tatap muka.
Diberlakukannya pola shifting (sekolah sehari dan rehat sehari) hanya memungkinkan guru bertemu dengan siswa pada shift tertentu pada mata pelajaran tertentu setiap dua minggu.