Dalam Eichman In Jerusalem, Hannah Arendt menguraikan banyak hal yang bukan menjadi topik umum. Mulai dari persoalan Identitas, Budaya Politik, hingga Sejarah dan Revolusi. Salah satau ujarannya yang terkenal, "Motif-motif Ekonomi sebenarnya tidak dikenal dalam Revolusi". Maka lahirlah Asal-usul Totaliterisme yang diterjemahkan ke dalam tidak kurang dari 30 dialog lokal. Hanya bahasa-bahasa yang dipengaruhi Peronisme yang tidak bersedia menerjemahkannya.Â
Arendt menyatakan, setiap Revolusi harusnya mengartikan manusia sebagai manusia. Maka Revolusi sebenarnya tidak berkesudahan jika itu berhasil menerangkan kondisi-kondisi aktual manusia. Tetapi Revolusi Hongaria 1956Â akhirnya membuat pernyataan itu tidak relevan . Apalagai seluruh dunia kemudian mengenal kegilaan Soviet di bawah Lenin. Dan ketika presiden AS mengunjungi Beijing pertama kali, dia berujar "Saya seperti mendarat di bulan". Alias sepi sekali...
==========
Saya tidak tahu sejauh mana Sjahrir membaca Arendt. Tetapi kalaupun dia tidak perlu membacanya secara utuh, melalui Poppy dia tahu bahwa seseorang merupakan agen yang disusupkan ke tubuh militer dan Revolusi akhirnya pecah. Maka kepulangannya untuk menyiapkan gerakan-gerakan nasionalis tatkala studinya di Belanda belum selesai adalah sebuah pengorbanan yang sebenarnya tiada tara. Dan akhirnya muncullah peristiwa  Rengasdengklok yang bersejarah, mamaksa Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik.
Jadi, apakah Sjahrir termasuk golongan tua atau muda? Bahkan seorang Benedict Anderson hanya menyebutkan sedikit perannya dalam peristiwa itu. Dan itu mungkin saja keinginannya sendiri, sebab Pegangsaan Timur 56 bukanlah tempat yang ideal baginya. Sjahrir berada di luar area, namun tetap di dalam konteks.
Sosialisme yang kemudian dibangun Sjahrir memang sangat humanistik. Dan itu menjadikannya bermusuhan dengan Soekarno, sekaligus berkawan baik dengan Hatta. Tak banyak orang mampu mengenal gagasan yang dia bangun, termasuk orang-orang Komunis yang awalnya menjadi sahabat.
Saya pernah mengunjungi Prapat, tempat ketika Sjahrir membentak Soekarno, lelaki yang delapan tahun lebih tua itu. Melalui Tumpal Pardede, saya akhirnya bisa membayangkan Soekarno bersenandung lagu yang tidak disukai Sjahrir. Lalu sejak itu mereka bermusuhan, dan PSI (Partai Sosialis Indonesia)Â konon terlibat PRRI dan Sjahrir pun dipenjarakan hingga wafatnya sebagai tahanan rumah. Dia boleh berobat ke luar negeri, "Asalkan tidak ke Netherland", kata Soekarno.
==========
Tatkala dipernjara di Digoel, Sjahrir sepertinya akan menjadi pemain sepakbola profesional. Tetapi dia juga sibuk jalan-jalan dan menulis surat cinta untuk Maria Dachateau yang kemudian dinikahinya di Medan. "Supaya tetap waras", katanya. Dan cintanya pada Maria sangat eksotik. Dia sangat menggilai perempuan itu, meskipun pernikahan di Medan akhirnya kandas karena "Semua pasang mata memandang ke arah kami", ungkapnya kepada Poppy.
Upaya Sjahrir mengirim beras ke India juga atas konsultasi dengan Poppy, yang kemudian dibalas oleh Nehru dengan tempat duduk yang bersebelahan dengan Maria. Bukan semata karena Poppy sudah berdiri di sampingnya ~ seorang perempuan cantik di kantor perdana menteri ~ Â tetapi karena saat itu dia telah mendukung pernikahan Maria dengan adiknya di Belanda. Maka Nehru kemudian mengerti bahwa situasi tahun 1920an telah berganti dengan sebuah anjakan yang bersifat politis.
==========
Apakah Sjahrir memang terlibat PRRI? Saya tidak tahu sejauh mana keterlibatan Sjahrir dan pengaruhnya terhadap militer. Namun dari seorang purnawirawan angkatan 45 yang pernah saya wawancarai, Sjahrir sebetulnya tidak terlibat langsung dan saya mendukung pendapat itu. Tetapi Soekarno memang tidak suka terhadap orang-orang PSI yang terkenal rasional dan dianggap kebarat-baratan, termasuk dalam diri seorang ekonom yang anaknya pernah mengaku "lebih tentara dari tentara".
Dalam Perjuangan Kita Sjahrir menulis, kemerdekaan bukanlah sekadar kemerdekaan jika jiwa yang memprakarsainya lemah dan bodoh. Maka tepatlah apa yang dikatakan Goenawan Mohamad yang sekaligus mensitir Hannah Arendt, "Kekalahannya dalam Politik, adalah Kebesarannya sebagai Manusia".
Salam dan Hormat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H