Kamus istilah sosiologi menyebutkan, Radikalisme ialah perbuatan melawan arus sosial yang tidak dikehendaki. Dan kita harus menyebut nama Bakunin, salah seorang penganjur radikalisme melawan negara. Sejak State of Nature hingga Machiavelli, nama Marx ada pula disebut-sebut, meskipun tentu tokoh radikalisme bukan hanya dia.
Paul Treanor yang menuduh kebohongan Demokrasi, juga adalah seorang pentolan radikalisme. Namanya bahkan sering dikaitkan dengan Jean-Paul Sartre, filsuf eksistensialis yang diincar pemerintahan Prancis pada pergolakan mahasiswa 1968.
Sejak itu radikalisme dianggap setali tiga uang dengan Anarkisme yang merusak segala sistem yang tidak disukai. Atas dasar apa? Inilah sebetulnya yang menjadi pokok persoalan. Kalau sekadar suka atau tidak suka, tentu saja Indonesia adalah biangnya. Tetapi ketika itu terjadi di Eropa, apa lacur? Â Â Â
===========
Amir Sjarifuddin lahir di Medan pada 1907. Sempat mengecap pendidikan di Leiden, tetapi tidak selesai karena keuangan keluarga. Dia kemudian sekolah hukum di Batavia. Sejak 1929 aktif di HKBP Kernolong, Jakarta Pusat, dan sebelumnya dialah yang memimpin Jong Batak pada Sumpah Pemuda 1928. Mendengar "Indonesia Raya" gubahan Supratman, dia kemudian meminta Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hadjar Dewantoro, meng-arranser "Internasionale" yang dia sering nyanyikan di pasar-pasar, termasuk di Pasar Kenari, dekat Salemba itu. Hidupnya berakhir di Purwodadi dan ditembak mati dekat Delanggu, Surakarta. Dugaan saya, dia dibaptis di HKBP Kernolong meskipun tidak ada lagi bukti bahwa itu terjadi di sana.
Saya sempat bertanya pada Dr. Jan Aritonang, mengapa turunan marga Harahap itu menjadi radikal. Jawabannya tidak terlalu memuaskan, dan dia menyuruh saya membaca tesis Wellem Djara. Tetapi melalui arsip-arsip KITLV saya tahu bahwa itu ada kaitannya dengan pembukaan jalur Siantar -- Kisaran setelah UU Agraria 1875. Banyak orang Sipirok merantau ke Siantar hingga ke Medan dan menjadi revolusioner dalam arti yang sangat keras. Â
Pada 1911, seusai Perang Batak, muncul pula gerakan nasionalis, seperti mengimbangi Budi Utomo dan Sarekat Islam di Jawa. Tetapi tokoh nasionalis lokal adalah Sutan Malu Panggabean yang mendirikan HChB atau kemudian menjadi HKI. Saya sempat menyambangi rumahnya yang besar, tetapi terlalu takut untuk menginjak kuburannya yang menurut saya terlalu aneh untuk makam seorang tokoh kebangsaan. Selain itu ada pula Todung Sutan Gunung Mulia yang kemudian mendirikan toko buku besar di Batavia. Dia adalah sepupu Amir Sjarifuddin, sekaligus sahabat baik Sutan Malu Panggabean.
===========
Sejak 1935 Amir mungkin terlalu semangat mendirikan Republik dan semangat itu makin membuncah ketika Jepang datang sebagai "Sesama Saudara Asia". Â Maka ketika Jepang mengubah haluan, dia sadar sepenuhnya bahwa Jepang adalah musuh yang harus dilawan tanpa ampun. Dia tidak mau berkolaorasi dengan Jepang, sebuah sikap yang dipertahankannya sebagai anti-tesis Soekarno. Bahkan dengan Sjahrir, sesama Sosialis yang memilih untuk realistis menghadapi tentara Sekutu yang membonceng NICA.
Konon kabarnya, dialah yang mula-mula dipilih para pemuda untuk memproklamasikan kemerdekaan. Tetapi dia cukup tahu diri; dibanding pengikut Soekarno, massa-nya belum seberapa. Disertasi Benedict Anderson juga mengatakan demikian. Tetapi dia dipilih justru karena sikap radikalnya yang tidak mau kompromi. Â Â
Dalam sebuah huru-hara tentara yang tidak jelas orientasinya, dia terlibat memaksa Indonesia menjadi sebuah negara Sovyet. Menurut Anderson, ini membingungkan. Tetapi bagi saya, itu adalah konsekuensi sikap radikalnya yang tanpa arah. Sedangkan Hatta waktu itu sangat sensitif, tidak mau gangguan sekecil apapun menggangu road map yang telah disusun untuk tujuan revolusi. Maka jadilah dia mengikuti Musso, meskipun sebuah salib kecil selalu ada di saku bajunya. Komandan PM Gatot Subroto-lah yang membubuhkan tanda tangan untuk kematiannya.