Indonesia sedang menghadapi masalah besar terkait sampah makanan. Menurut data yang dipaparkan oleh Komunitas Indonesian Gastronomy Community (IGC), Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia, dengan jumlah fantastis sebesar 20,93 juta ton setiap tahunnya. Angka ini tidak hanya mencerminkan pemborosan makanan, tetapi juga menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan ekonomi.
Melihat permasalahan ini, mahasiswa Telkom University (Tel-U) menjawab tantangan dengan menghadirkan Redooceit, sebuah solusi inovatif berbasis teknologi yang dirancang untuk mengolah sampah organik secara efisien. Tim yang terdiri dari enam mahasiswa Tel-U, yaitu Alfara Nafi Dinara, Fawaz Al Rasyid, Caecarryo Bagus Dewanta, Raditya Aydin (S1 Informatika), Nisrina Thifal Khairunnisa, dan Nazwa Tazkia Kirana (S1 Sistem Informasi), didampingi oleh dosen pembimbing Suryatiningsih, S.T., M.T., mengembangkan proyek ini sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap keberlanjutan lingkungan.
Kelahiran Redooceit: Kolaborasi dan Prestasi
Redooceit merupakan buah hasil kolaborasi antara Bandung Techno Park (BTP) dan Kementerian Koperasi dan UMKM (KEMENKOP). Proyek ini memulai perjalanannya dengan semangat tinggi untuk memberikan solusi nyata terhadap masalah sosial, khususnya dalam pengelolaan sampah organik.
Keberhasilan Redooceit tidak lepas dari dedikasi timnya. Pada kompetisi Innovillage 2023, proyek ini berhasil meraih penghargaan "Best Category" dalam kategori Zero Waste Solution. Tidak berhenti di situ, Redooceit juga mencuri perhatian pada acara Demoday BTP x KEMENKOP UKM di awal September 2024, di mana mereka sukses menarik minat para venture capital dan menandatangani empat Letter of Intent (LOI) untuk pengembangan proyek lebih lanjut.
Solusi Berbasis Teknologi IoT dan Ekonomi Sirkular
Redooceit tidak hanya mengandalkan pendekatan tradisional dalam mengolah sampah organik, tetapi juga memanfaatkan teknologi terkini. Tim ini mengintegrasikan teknologi Internet of Things (IoT) untuk mengoptimalkan pengelolaan limbah makanan. Sampah organik yang terkumpul akan diolah secara otomatis menggunakan maggot (larva) yang berperan sebagai pengurai alami. Proses ini dapat dimonitor secara real-time melalui aplikasi yang dikembangkan oleh tim Redooceit sendiri.
Selain itu, aplikasi ini dilengkapi dengan sistem reward yang memberikan insentif kepada masyarakat yang aktif memilah sampah. Reward tersebut dapat ditukarkan dengan kebutuhan pokok, seperti sembako, sehingga mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Menggerakkan Masyarakat Desa Lengkong
Lokasi proyek ini difokuskan di Desa Lengkong, yang berada dekat dengan Telkom University. Desa ini dipilih karena potensinya dalam menerapkan konsep ekonomi sirkular, di mana sampah organik diolah menjadi maggot untuk pakan ternak, seperti bebek, yang kemudian menghasilkan produk bernilai ekonomis.
Proyek ini mendapat sambutan positif dari masyarakat Desa Lengkong. Tim Redooceit aktif melakukan berbagai kegiatan seperti sosialisasi langsung ke rumah warga, pelatihan pengelolaan sampah, serta acara khusus seperti Market Day, di mana masyarakat dapat menukarkan sampah organik dengan kebutuhan sehari-hari. Hingga saat ini, tingkat partisipasi masyarakat meningkat hingga 30%, sementara pendapatan TPS3R di desa tersebut naik sebesar 20% dari hasil penjualan sampah organik.