Pada akhirnya aku menyelami titah semesta, bahwa jejakmu di halaman hatiku hanyalah senandika, kau datang bukan untuk menetap, melainkan menata puing-puing jiwa yang terserak..
Engkau, pengembara dalam badai, mengetuk pintu sepi yang kerap terbuka lebar, bukan karena kasih, tapi karena reruntuhan atap yang tak lagi teduh..
Aku adalah jeda di antara dua musim, bukan akar yang kau semai di tanah purba, melainkan lentik ranting, yang kau tinggalkan saat angin kembali tenang..
Pada kesadaran ini aku berlabuh, tak setiap kisah yang datang, berniat mengukir rindu, ada yang sekadar singgah, lalu lenyap bersama bayang di ambang lazuardi..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H