"Pakeeet...," teriak Pak Kurir dari depan pagar rumah. Meski suaranya cempreng, namun sangat membahagiakan hati saya. Maklum, ia membawa paket yang sudah beberapa hari ini saya tunggu-tunggu. Paket berisi 'penyelamat' jam tangan kesayangan saya yang mati suri.
Ya, paket tersebut berisi baterai jam yang saya beli dari salah satu e-commerce. Sesuatu yang seharusnya bisa saya beli langsung di toko. Namun, karena malas keluar rumah, harga lebih murah, ditambah ongkos kirim gratis, maka saya lebih memilih belanja online saja.
Saya yakin mayoritas orang saat ini akan berpikir sama seperti saya, dengan catatan barang yang dibutuhkan tidak bersifat urgent. Pergi ke toko tentu butuh waktu tidak sebentar, selain itu juga perlu tenaga dan biaya transportasi. Sedangkan bila belanja online, yang harus kita sediakan hanya hape dan kuota.
Meningkatnya kebiasaan belanja online pada mayarakat seperti sekarang tentu secara otomatis menuntut  bisnis ekspedisi untuk terus berkembang. Jika sebelumnya dunia 'kirim-kirim' di Indonesia hanya dimonopoli oleh si oranye dan si biru, saat ini semakin banyak penyedia jasa ekspedisi yang bisa dipilih.
Layanan yang ditawarkan pun kian beragam. Namun, secara garis besar layanan-layanan yang ada mengacu pada dua tuntutan pokok pelanggan, yakni tarif murah dan pengiriman cepat. Padahal biasanya jika tarif murah maka pengirimannya lambat dan jika pengirimannya cepat maka tarifnya mahal.
Sebenarnya antara tarif murah dan pengiriman cepat bukanlah seperti air dan minyak yang tak bisa bersatu. Selama ada 'zat katalis'nya, kedua hal itu bisa direalisasikan secara bersamaan. Jika air dan minyak dapat dipertemukan dengan sabun, tarif murah dan pengiriman cepat bisa kita satukan lewat teknologi informasi.
Di era industri 4.0 seperti sekarang ini, penting sekali bagi penyedia jasa pengiriman untuk memaksimalkan pemanfaatan teknologi. Teknologi yang tepat dapat menekan tarif sekaligus meningkatkan kecepatan pengiriman, ujung-ujungnya tentu memuaskan konsumen.
Salah satu eskpedisi yang berhasil maju bersama teknologi, menurut saya, adalah J&T Express. Meski tergolong pendatang baru, namun bisa dibilang jika 'si merah' ini paling siap menyambut industri digital dibanding yang lain. Sebut saja seperti penggunaan mesin sortir otomatis sejak akhir 2018 lalu.
Penyortiran dengan mesin tentu memiliki banyak keunggulan dibanding penyortiran dengan tenaga manusia, salah satunya lebih cepat. Mesin sortir otomatis J&T Express diklaim dapat menyortir paket ke 180 destinasi dalam satu putaran dengan kapasitas sortir hingga 30.000 paket per jam.
Selain lebih cepat, penyortiran dengan mesin juga dijamin lebih akurat. Mesin tak bisa merasakan lelah atau kantuk, tak perlu mengobrol dengan rekan kerja, dan tak mengalami masalah hidup. Dengan mesin, kesalahan sortir yang mungkin saja terjadi pada manusia bisa diminimalisir hingga almost zero.
Yang lebih kerennya lagi, mesin sortir otomatis J&T Express juga dilengkapi dengan penimbang berat dan sistem auto reject paket yang tidak sesuai standar. Dalam satu mesin, begitu banyak pekerjaan yang bisa dilakukan. Coba hitung berapa  waktu dan tenaga yang dihemat dengan pengadaan mesin tersebut.