By: Sam Persiana
Kringgg Kringgg…
Hp gue berdering keras memecah pagi. Keras sekali, mengalahkan dering hape China. Atap kamar pun serasa mau runtuh. Sepasang cicak yang memadu mesra jatuh pas di kening gue. “Cicak sialan.”
“Loe yang sialan” timpal cicak jantan dengan muka masam.
Sepasang cicak itu terbirit-birit, kebakaran jenggot. Emang cicak punya jenggot? #guemikirkeras.
Gue bangun lantas teriak sekerasnya. “Aaaaaaaaaa.” Saking kerasnya, Gordeng kamar menari-nari, dinding kamar retak bak diguncang gempa 100 SR. Tiap pagi gue suka teriak, karena kata Agnes Monica gue mesti teriak setiap pagi untuk melatih suara. Dua orang bocah berseragam SD lewat lantas teriak, “Orang Gilaaaa…”
Take stroll tiap pagi, udah jadi kebiasaan gue. Sehabis weight training ringan gue sempatkan jalan-jalan. Gue biasa weight training tiap pagi. Gue pengen masa otot naik, kaya Agung Herculles. Pagi itu gue pake topet, jaket tebel dan syal melingkar leher. Gue paling suka pake jaket, tutup kepala topet. Sampai gue pernah disangka copet ketika lagi di terminal. Untung gue pernah training public speaking. Layaknya Hotman Paris gue nyerocos. Orang-orang pun terkesima, terhipnotis oleh kepiawaian bicara gue. Pagi itu gue jalan-jalan hunting bubur ayam. Wih berasa di Korea. Berharap gue ketemu Minho. Sayang seribu sayang bukannya ketemu Minho eh malah Maho. Si Maho senyum-senyum sambil melambaikan tangan, “Halo ganteng…” Gue buang muka, lantas jalan cepat 40 km/jam, layaknya atlet jalan cepat yang lagi olimpiade.
Bubur Mang Japra emang top lah. Perut gue cukup berisi. Gue balik ke rumah, mandi pagi, siap-siap ngampus. Jam tangan menunjukkan pukul 06.30. Gue tancap gas ke kampus, membelah kota. Ciee kota di belah kaya duren aja. Pagi itu kampus masih sepi, yang ada hanya sang satpam kampus berbadan tambun, kepala plontos. Mirip Samson di film Tuyul dan Mbak Yul.
Gue cukup ceria pagi itu. kelas masih sepi. Gue duduk dengan wajah dingin, menengok masa lalu. Flashback. Gue diputusin Clara sebulan yang lalu. Alasanya konyol sih, gara-gara terlalu baik. Entah, gue gak ngerti sama cewe itu. gue gak mau denger kata-kata terakhir itu,
“Sayang maaf kamu itu terlalu baik buat aku.”
Kata-kata itu nusuk banget. Hati gue sakit, seperti diiris sembilu. Ah entah, gaje sih alasanya. Tapi gue syukur bisa putus, karena Clara itu cewe supermatre. Yang ada di otaknya belanja, belanja dan belanja. Tiap weekend dompet gue tipis dikuras Clara.