Aspek Geo Politik dan Geo Strategis dalam Pengelolaan Wilayah Perbatasan
Sampe L. Purba
Pendahuluan
Eskalasi Politik dan Keamanan di Sabah dengan adanya klaim kesultanan Sulu (Filipina) atas sebagian wilayah Sabah (Malaysia), sharing pandangan geo politik Presiden SBY di atas pesawat kepresidenan kepada rombongan sepulang kunjungan kenegaraan ke Jerman dan Hongaria baru-baru ini, dan penganugerahan Doktor Honoris Causa kepada Ketua MPR bp Taufik Kiemas atas prestasinya menggugah dan memasyarakatkan empat pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menyadarkan kita bahwa negara sebagai organisme yang dinamis harus tetap dikelola dengan baik di tengah pergesekan aspek geo politis dan geo strategis internal domestik, di kawasan asean dan secara global.
Geo Politik dan Geo strategis di kawasan
Indonesia – secara geografis - , terletak di posisi silang jalur pelayaran antara sumber pasokan energi dari kawasan Teluk ke negara Industri di bagian Utara (utamanya Cina, Jepang, Korea dan Taiwan), dan sebaliknya merupakan jalur supply atas komoditas industri dari negara maju tersebut.Demikian juga dari sisi Selatan – Utara, Indonesia juga di persilangan antara Australia di Selatan dan Jepang serta wilayah cakupan armada ke 7 Amerika Serikat di Asia Pasifik bagian Utara. Dari sisi ekonomi maupun politik pertahanan keamanan, posisi silang tersebut menempatkan Indonesia padaperan krusial sekaligus potensi rawan apabila tidak dikelola dengan baik.
Semua negara di kawasan berkepentingan untuk keamanan jalur lintas laut (sea lane of communication – SLOC), baik dari ancaman teroris dan pembajakan, pencurian sumber kekayaan alam,penyelundupan barang, narkoba dan orang (illegal drugs and people trafficking).
Penguatan kehadiran armada laut Pemerintah China di klaim area tumpang tindih dengan enam negara di kawasan (Natuna – Spratley – Paracell), dapat dianggap sebagai persepsi potensi ancaman langsung terhadap keseimbangan lanskap keamanan kawasan. Kerjasama latihan Angkatan Laut Amerika Serikat-India-Jepang dan Australia bersandi Exercise Malabar, berbagai forum kerja sama dan inisiatif di kawasan, pakta militer, kerja sama pembangunan,merupakan respon halus dan pesan nyata terhadap Negara-negara yang mencoba merubah ekuilibrium politik dan keamanan kawasan.
Dalam teori Geo Politik, negara dipandang adalah sebagai organisme hidup yang memerlukan ruang secara dinamis untuk berkembang (teori ruang hidup – lebensraum Friederich Rattzel). Pengembangan ekspansionis ini akan dapat bergesekan dengan negara lain di kawasan. Karena itu diperlukan kesadaran ketahanan nasional yang melampaui batas negara secara hukum (boundary), dengan menciptakan garis batas imaginer (frontier) dan daerah pengaruh (sphere of influence) bagi suatu bangsa untuk tetap eksis sebagai negara. Empat dasar utama yakni konsepsi ruang, konsepsi frontier, konsepsi kekuatan politik dan konsepsi keamanan bangsa, merupakan fokus perhatian utama. Geo Strategi adalah manifestasi kesadaran ruang (space consciousness) yangharus utuh dan konsisten dalam menghayati dan mengimplementasikan konsepsi wawasan ketahanan nasional suatu bangsa dalam berbagai proses pengambilan keputusan, yang ditinjau secara holistik integratif dari sisi panca gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Perubahan Paradigma mengelola kawasan Perbatasan
Sistem demokrasi politik Indonesia saat ini yang multi partai dengan berbagai platform dan ideologi, pengisian jabatan Kepala Daerah yang terkadang dipengaruhi oleh dinamika dan visi politik jangka pendek calon maupun partai pengusung, otonomi yang sangat luas serta tanggung jawab ke pemerintah kabupaten di bidang rekrutmen pejabat daerah, pengelolaan sumber kekayaan alam dan tanggung jawab kesejahteraan penduduk, menurut kami dengan mempertimbangkan aspek geo politis dan geo strategis, dari sisi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, praktek kenegaraan saat ini tidak atau belum kompatibel dengan tantangan dan respon yang diperlukan untuk pengelolaan perbatasan negara.
Jajaran suprastruktur dan infra struktur pengelola Negara harus memiliki kesadaran visioner jangka panjang terhadap pengelolaan perbatasan, yang merupakan kedaulatan nyata batas negara untuk tidak menjadi sphere of influence dan frontier negara lain. Badan Nasional Pengelola Kawasan Perbatasan yang dibentuk Pemerintah belum cukup memadai karena sifatnya lebih merupakan badan koordinasi kebijakan yang tidak memiliki wewenang komando terhadap masyarakat, wilayah maupun institusi politik di daerah.
Dua per tiga wilayah Asean adalah yurisdiksi kedaulatan Indonesia, dan dua per tiga wilayah Indonesia merupakan kawasan laut. Indonesia memiliki sepuluh perbatasan laut dengan negara tetangga dan tiga perbatasan darat. Daerah perbatasan tertentu hendaknya dibuat sebagai special region area yang tidak tunduk kepada Undang-undang Otonomi Daerah. Kepala Daerah di Special Region Area hendaknya merupakan penugasan dan penunjukan Pemerintah Pusat dengan latar belakang militer terutama Angkatan Laut dan Angkatan Darat serta Kepolisian, dengan tugas utama mengamankan daerah perbatasan. Pendekatan keamanan ini hendaknya diimbangi dengan pendekatan kesejahteraan. Daerah perbatasan harus dikembangkan menjadi kawasan ekonomi yang terintegrasi dengan daerah Indonesia lainnya. Pengembangan ekonomi dan sumber daya alam, harus memiliki dimensi non ekonomi dan lintas sektoral yang tidak hanya dikaitkan dengan kinerja jangka pendek.
Pejabat utama di special region area hendaknya diisi dengan orang-orang yang kapabel dan telah memiliki pengalaman track record di luar kabupaten yang bersangkutan, yang sudah memiliki pengayaan dan visi wawasan Nusantara. Di era otonomi yang sekarang, praktis hanya militer dan polisi, serta instansi yang kewenangannya belum dilimpahkan ke daerah, yang punya kesempatan dan pengalaman untuk berkarier di seluruh bagian tanah air
Daerah perbatasan, adalah beranda terdepan Republik Indonesia. Penduduk di daerah itu adalah para pahlawan garda pengamanan Republik. Mereka layak diperhatikan dan diberi perhatian dan infrastruktur dan kesejahteraan yang lebih, sebagaimana Pemerintah memberikan tunjangan penugasan ke pegawainya yang ditempatkan di daerah terpencil.
Pengalaman lepasnya Sipadan-Ligitan, hendaknya merupakan pelajaran pahit dan berharga bagi bangsa ini, untuk tidak mengelola perbatasan negara hanya sebagai business as usual yang reaktif dan bukan konseptual fundamental.
Jakarta,Maret 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H