BUKAN rahasia umum, Indonesia dianggap sebagai pasar potensial untuk perkembangan kredit mikro. Namun demikian tak sedikit pengamat yang menilai bahwa sistem perbankan Indonesia masih belum efektif untuk menjangkau masyarakat yang membutuhkan akses terhadap pinjaman dana.Â
Tapi, dalam beberapa waktu terakhir yang saya lihat dari lingkungan sekitar banyak bermunculan lembaga-lembaga keuangan yang menawarkan pinjaman modal dengan bunga relatif terjangkau. Salah satunya adalah lembaga keuangan Mitra Bisnis Keluarga (MBK).Â
Berdasarkan hasil berselancar di mesin pencarian Mbah Google, MBK adalah lembaga keuangan swasta yang bergerak dalam usaha mikro yang menyalurkan pinjaman modal usaha kepada keluarga berpendapatan rendah dengan sistem Grameen Bank. Â Yaitu sistem pemberian kredit lunak terhadap masyarakat miskin di wilayah pedesaan agar mampu meningkatkan taraf hidup.Â
Program tersebut di atas memang patut diparesiasi dan bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan. Apalagi, bila bentuk pinjaman ini benar-benar digunakan untuk pengembangan modal usaha.Â
Namun, nyatanya tak semua peminjam mampu memanfaatkan "kemudahan" ini" dengan baik. Ada pula yang kelimpungan membayar. Salah satunya adalah Murni---bukan nama sebenarnya.Â
Murni adalah seorang janda muda beranak satu yang sampai rela menjual tubuhnya dua kali hanya demi bisa membayar cicilan kredit MBK. Di Sumedang sendiri lembaga keuangan ini terkenal dengan istilah Bank Emok.Â
Jujur fakta ini informasinya bukan didapat langsung dari Murni, melainkan dari si pria hidung belang yang kebetulan berjumpa di salah satu warung kopi.Â
Saat itu, dalam perjalanan pulang dari salah satu desa yang ada di Kecamatan Cimalaka atau sekitar 15 KM dari pusat kota, saya mampir di sebuah warung kopi. Di sana, tampak dua pria dewasa tengah menikmati kopi dan cemilan yang ada di warung tersebut sambil asik ngobrol dengan pemilik warung. Sepasang suami isteri yang usianya tak muda lagi.Â
Obrolan mereka sempat terhenti ketika saya datang dan langsung memesan es teh manis dingin. Biar tenggorokan yang sedang kering kembali segar.Â
"Antos sakedap. Mangga calik!"(Tunggu sebentar. Silahkan duduk dulu!)" kata suami si pemilik warung.Â
"Terimakasih, Pak," balasku.Â