AKSI penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang terjadi di beberapa daerah hingga pusat berbuntut penangkapan terhadap sejumlah peserta aksi.Â
Mereka dianggap sebagai biang kerok terjadinya kerusuhan hingga tindakan anarkis. Akibatnya banyak pihak terkuka dan kerusakan fasilitas umum.Â
Yang lebih mencengangkan adalah adanya tuduhan dari pemerintah, khususnya dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekonomi) Airlangga Hartarto dan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bahwa aksi massa tersebut ada yang mendalangi dan membiayai. Meski demikian, mereka berdua enggan menyebutkan nama atau kelompok tertentu.Â
Pada saat publik masih dihantui rasa penasaran tentang pernyataan kedua menterinya Jokowi, muncul isu bahwa aktor intelektual atau dalang dari terjadinya aksi demonstrasi penolakan UU Ciptaker tersebut adalah orang paling penting di Partai Demokrat, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).Â
Sejenak isu tersebut bisa diterima, mengingat Partai Demokrat bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah partai yang menolak RUU Ciptaker disahkan.Â
Namun demikian, publik kembali dibuat bingung, karena tak lama berselang, SBY dengan tegas membantahnya. Ia mengaku tudingan tersebut merupakan fitnah keji dari pihak-pihak yang tidak suka terhadap dirinya.Â
Presiden ke-6 Republik Indonesia ini mengaku tak pernah terlintas dalam pikirannya untuk membuat kekacauan seandainya dia memiliki banyak uang dan kemampuan menggerakan massa sekalipun.Â
Bantahan ini menjadikan pemerintah dalam posisi terdesak. Sebab dituntut untuk bisa membuktikan tuduhannya. Kalau tidak, bisa-bisa tuduhan berbalik, bahwa semua itu rekayasa pemerintah untuk cuci tangan dengan cara mengkambing hitamkan pihak lain.Â
Dalam situasi ini tiba-tiba ramai diberitakan media massa arus utama, sejumlah anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditangkap pihak kepolisian. Jumlahnya mencapai delapan orang. Empat di Jakarta dan sisanya di Medan, Sumatera Utara.Â
Anggota KAMI tersebut adalah Juliana, Devi, Khairi Amri dan Wahyu Rasari Putri dari Medan. Sedangkan dari Jakarta adalah Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Kingkin.Â
Belum jelas alasan sebenarnya dasar penangkapan kedelapan anggota KAMI dimaksud. Namun disebut-sebut alasannya adalah mereka diduga telah memberikan informasi yang membuat rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA dan penghasutan terkait dengan aksi penolakan UU Ciptaker.Â