OMNIBUS LAW Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptker) telah disahkan DPR bersama pemerintah, Senin (5/10/20). Kendati demikian, produk undang-undang "Sapu Jagat" ini memantik gelombang protes ribuan buruh dan mahasiswa di hampir tiap pelosok daerah.Â
Pasalnya, dalam undang-undang tersebut di atas ada beberapa poin yang dianggap sangat merugikan kaum buruh. Di antaranya upah minimum penuh syarat, pesangon berkurang dan kotrak kerja yang tanpa batas waktu.
Namun hingga detik ini pemerintah tetap kekeuh bahwa RUU Ciptaker adalah solusi jitu dalam rangka mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi di tanah air. Sebab, dengan banyaknya penyederhanaan regulasi terkait perizinan usaha dan sebagainya bisa mengundang banyak investor ke Indonesia. Imbasnya akan mampu menyedot tenaga kerja sebanyak-banyaknya.Â
Kendati begitu hal ini belum bisa memuaskan para buruh dan sebagian pihak. Mereka tetap bersikukuh bahwa Undang-Undang Ciptaker hanya menguntungkan investor, pengusaha dan dunia bisnis semata.Â
Terbukti, rencananya tanggal 13 Oktober 2020, aksi massa penolakan Omnibus Law RUU Ciptaker akan kembali digelar. Kali ini yang akan beraksi adalah kelompok Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan koleganya.Â
Jadi Pertaruhan PolitikÂ
Pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker tidak hanya menimbulkan gelombang protes kaum buruh dan sejumlah pihak, tetapi menuai perpecahan di tubuh internal partai politik. Setidaknya ada dua kasus yang membuktikan adanya perbedaan pandangan terkait undang-undang "Sapu Jagat" tersebut.Â
Pertama terjadi pada internal Partai Demokrat. Partai ini sebagaimana diketahui merupakan partai paling depan menolak disahkannya RUU Ciptaker. Bahkan, karena itu pula muncul tudingan bahwa merekalah dalang dibalik aksi demo buruh dan mahasiswa pada 6 hingga 8 Oktober 2020 lalu.Â
Namun, sikap tegas partai berlambang mercy ini tidak diamini seluruh kader. Sebab, diantaranya justru ada yang membelot dan mendukung RUU Ciptaker.Â
Adalah Ferdinand Hutahaean yang telah dengan tegas tidak sepakat dengan sikap politik partainya. Bagi dia, RUU Ciptaker justru sejalan dengan Pancasila demi masyarakat berkeadilan sosial.Â
Karena beda pandangan dan sikap politik itu pula akhirnya pria kelahiran Sumatera Utara, 18 September 1977 tersebut memilih mengundurkan diri dari kader Partai Demokrat. Rencananya dia akan fokus mendukung pemerintahan Presiden Jokowi.Â