IBARAT kelompok paduan suara atau orkestra musik, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) adalah seorang konduktor-nya. Dia bertanggung jawab penuh mendirigen para penyanyi koor atau pemain musik agar produksi suara atau musik sejalan dengan kemauannya.Â
Begitupun di partai politik yang dia pimpin, Partai Demokrat. AHY tentu adalah orang yang paling kompeten mengendalikan kader partai untuk senantiasa sejalan dengan strategi yang dijalankan.Â
Strategi dimaksud tentunya harus seirama, mulai dari tingkat pengurus pusat hingga ke pengurus tingkat ranting di daerah. Muaranya adalah mencapai target atau sasaran yang diinginkan. Dalam politik targetnya sudah bisa ditebak. Yakni kekuasaan.Â
Nah, terkait dengan strategi politik itu pula, baru-baru ini AHY mengintruksikan seluruh anggotanya yang berada di parlemen pusat dan tentu saja seluruh kadernya se-Indonesia untuk menolak pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Sudah bisa ditebak, tujuannya meraih simpati rakyat, khususnya para buruh.Â
Sebagai dirigen, boleh disebut AHY cukup sukses mengarahkan anak buahnya untuk satu suara menolak RUU Ciptaker. Hampir seluruh kader Partai Demokrat bersikap serempak menolak undang-undang "Sapu Jagat" dimaksud. Sebelum akhirnya koor yang sudah diarahkan baik tersebut dirusak oleh seorang Ferdinand Hutahaean.Â
Ya, Ferdinand yang sebelumnya selalu mendukung keputusan partai dan cukup aktip membela Partai Demokrat dari serangan lawan politik, tiba-tiba saja membelot. Pria kelahiran Sumatera Utara, 18 September 1977 itu tidak sepakat dengan keinginan AHY dan partai berlambang mercy untuk menolak Omnibus Law RUU Ciptaker.Â
Ketua Biro Energi dan Sumber Daya Mineral DPP Partai Demokrat ini justru mendukung hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja. Karena menurutnya undang-undang dimaksud sejalan dengan Pancasila demi masyarakat berkeadilan sosial.Â
Ferdinand juga mengaku bahwa sikap politiknya ini semata-mata demi kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.Â
Tidak dijelaskan apa maksud Ferdinand tentang pernyataannya yang menyinggung "kepentingan politik pribadi atau kelompok" dimaksud. Yang pasti, dia memutuskan mundur dari partai yang telah melambungkan namanya di kancah politik nasional.Â