GUBERNUR DKI Jakarta, Anies Baswedan akhirnya harus menginjak "rem darurat" demi menekan penyebaran pandemi virus corona atau covid-19 yang makin merajalela.Â
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu kembali akan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti diterapkan pada awal pandemi, mulai Senin (14/9/20).Â
Anies menilai, kondisi DKI Jakarta saat ini sangat darurat dibanding penyebaran wabah pandemi virus corona sebelumnya.Â
Diketahui, Pemprov DKI Jakarta menerapkan PSBB kurang lebih dua bulan lamanya, yang diberlakukan sejak 10 April 2020. Namun, merasa penyebaran pagebluk tersebut menurun, Anies melonggarkan kebijakannya dengan menerapkan PSBB transisi sejak 5 Juli.Â
PSBB transisi itu sendiri pada perjalanannya terus diperpanjang sebanyak lima kali hingga hari ini.Â
Selama PSBB ala Anies berlaku, Pemprov DKI Jakarta kembali membolehkan sektor ekonomi dan sosial berjalan dengan sejumlah syarat protokol kesehatan. Namun, lucunya ada beberapa kegiatan yang potensial melanggar justru dibiarkan. Seperti demo massa dan deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).Â
Akibatnya, lonjakan kasus positif virus corona di DKI Jakarta kembali tinggi. Hingga Kamis (10/9/20), jumlah akumulatif pasien mencapai 51. 287 orang (Kompas.com).
Ancam Syahwat Politik?Â
Diberlakukannya kembali PSBB seperti semula, memang menuai dukungan dan apresiasi, tetapi di lain pihak justru memancing cibiran, sindiran dan kritikan sejumlah kalangan. Lantaran kebijakan yang diterapkan Anies Baswedan dianggap "Jungkir Balik".Â
Jika kritikan terhadap Anies terus menerjang dan lonjakan kasus kian meningkat, bukan tidak mungkin akan mengancam elektabilitasnya menuju Pilpres 2024. Situasi ini boleh jadi membuat calon kandidat lain seperti Prabowo Subianto, Ridwan Kamil atau Sandiaga Uno tepuk tangan.Â
Terang, tepuk tangan di sini bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai perumpamaan bahwa ketiga tokoh tersebut di atas akan diuntungkan apabila elektabilitas Anies merosot.Â
Sebab, meski kontestasi pesta demokrasi lima tahunan ini masih sekitar empat tahun, Anies Baswedan dianggap salah satu calon yang diunggulkan. Elektabilitas pria kelahiran Kuningan, 7 Mei 1969 ini selalu di peringkat atas, besaing ketat dengan Prabowo dan Ganjar Pranowo.Â
Keunggulan ini juga diakui Refly Harun. Dalam satu berita yang pernah penulis baca, pakar hukum dan tata negara ini sempat menyatakan, jika ambang batas pilpres atau presidential thershold tidak berubah (25 persen suara sah nasional atau 20 persen dari jumlah total kursi DPR), maka jumlah calon yang bertarung kemungkinan besar hanya dua pasangan.Â
Perkiraan Refly, pasangan tersebut merupakan "Calon Istana" dan "Calon Luar Istana".Â
Dalam hal ini, "Calon Istana" maksudnya adalah kandidat yang di-endorse oleh Presiden Jokowi dan PDI Perjuangan. Bisa itu pasangan Prabowo-Puan Maharani, atau siapapun yang elektabilitasnya teratas, seperti halnya Ganjar Pranowo.Â
Sementara untuk "Calon Luar Istana", Refly mengedepankan nama Anies Baswedan dan Ridwan Kamil, atau Sandiaga Uno jika keluar dari Partai Gerindra.Â
Nah, kembali pada perkembangan terakhir Anies Baswedan yang cukup banyak mendapat kritik akibat kebijakan "jungkir balik" soal penanganan virus corona, bukan tak mungkin elektabilitas dia terus menurun apabila tak mampu mengatasi.Â
Yang bakal diuntungkan atas turunnya elektabikitas Anies, dalam pandangan sederhana penulis adalah kedua kubu. Baik "Calon Istana" maupun "Calon Luar Istana".Â
Bagi "Calon Istana", jika elektabilitas Anies terus merosot dan menyebabkan tak diusung partai politik, memungkinkan peluang menang Pilpres makin terbuka lebar.Â
Setidaknya, pasangan "Calon Istana" bakal lebih memperhitungkan nama Anies Baswedan dibanding dengan nama kandidat lainnya.Â
Sementara bagi kandidat "Calon Luar Istana", keuntungannya adalah kesempatan untuk diusung maju Pilpres makin besar. Lantaran elektabilitas pesaing beratnya terpuruk.Â
Itulah sebabnya kenapa dengan kondisi Jakarta yang semakin parah tingkat penyebaran virus corona, boleh jadi nama-nama seperti Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno atau bahkan mungkin nama-nama lain yang mengintip peluang pada tepuk tangan alias merasa diuntungkan, jika dilihat dari kacamata politik.Â
Namun, hal tersebut di atas akan terwujud apabila kebijakan injak "rem darurat" Anies Baswedan masih belum berhasil atau semakin parah.Â
Sebaliknya, apabila kebijakannya itu sukses, situasi jelas terbalik. Anies bukan tak mungkin kembali mendapat apresiasi dan puja-puji seperti awal-awal terjadi wabah virus corona. Saat itu, dia dinilai publik paling tegas dalam penanganan pagebluk  dibanding pemerintah pusat, sehingga mampu mendongkrak elektabilitasnya.Â
So, menarik kita tunggu apakah injak "rem darurat" ini akan membuat elektabilitas Anies terpuruk atau malah melesat? Kita saksikan bersama.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H