SEJUMLAH tokoh yang terkenal tukang memberikan kritik pedas terhadap kinerja pemerintah, minggu (2/08/2020) lalu, berkumpul di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, untuk mendeklarasikan terbentuknya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Dari sekian banyak tokoh yang hadir tersebut, ada beberapa nama yang dalam beberapa waktu belakangan memang kerap wara-wiri di beragam media massa maupun media sosial, demi menyampaikan setiap unek-uneknya untuk "menyerang" pemerintah.
Mereka itu adalah, Rocky Gerung, Muhamad Said Didu, Rizal Ramli, Din Syamsudin dan Refly Harun.
Tidak ada yang salah atas terbentuknya KAMI, karena hal tersebut merupakan hak setiap warga negara untuk berserikat. Hanya saja, membaca dari judul organisasi atau perkumpulan yang dibentuk oleh para tokoh-tokoh nasional tersebut, koq rasanya lebay dan seolah-olah negara Indonesia benar-benar dalam keadaan genting.
Ya, saya juga tidak memungkiri. Dalam beberapa sektor, Republik Indonesia memang sedang dalam posisi terjepit.Â
Contoh, masalah ekonomi yang berada di jurang resesi akibat pandemi virus corona atau covid-19, praktik korupsi yang sudah menggurita, sehingga tak sedikit pihak mengatakan, bahwa hal ini sudah seperti budaya bangsa, atau penanganan kasus hukum, yang kerap masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Kendati begitu, permasalahan-permasalahan di atas, telah menjadi ranah lembaga atau institusi khusus untuk menanganinya. Artinya, kita sebagai warga masyarakat hanya perlu memastikan, bahwa lembaga-lembaga tersebut mampu bekerja dengan baik.
Namun, kembali lagi apapun yang dibentuk oleh sejumlah tokoh itu adalah haknya. Boleh, jadi ini merupakan wujud cinta dan kasih sayang mereka terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Saya hanya berharap, setelah terbentuknya KAMI, arah kritik mereka lebih terarah dan konstruktif. Artinya setiap kontrol atau kritik yang mereka lontarkan benar-benar obyektif, disertai solusi jitu. Dengan begitu, diharapkan bisa bermanfaat bagi pemerintah dan dirasakan maslahatnya bagi kebaikan umat manusia di tanah air.
Kenapa saya harus mengatakan seperti ini?