SETELAH dipastikan mendapat rekomendasi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan (PDI-P), sebagai tiket untuk maju pada Pilwakot Solo 2020, Gibran Rakabuming Raka, digadang-gadang bakal melenggang mulus menuju kursi kekuasaan Solo satu.
Sangat beralasan jika banyak pihak, seperti pengamat, masyarakat sipil, termasuk para politikus berpandangan seperti itu. Pasalnya, Gibran yang berpasangan dengan Teguh Prakosa diusung oleh Partai yang sangat superior di Kota Solo. Partai dimaksud adalah PDI-P.
Superioritas ini terbukti pada hasil pemilihan anggota legeslatif tahun 2019 lalu. Dari 45 kursi parlemen yang tersedia, 66 persennya atau 30 kursi berhasil di duduki oleh partai berlambang banteng gemuk moncong putih.
Jamak, jika dalam beberapa periode terakhir kontestasi Pilwakot Solo, pemenangnya selalu calon yang diusung oleh partai berlambang banteng gemuk moncong putih tersebut. Bukti sahih adalah Jokowi (kini menjabat presiden RI sekaligus ayah kandung Gibran) dan FX Â Hadi Rudyatmo.
Selain modal awal berupa dukungan partai yang sudah sangat menguntungkan, Gibran juga ditunjang dengan "fasilitas mewah". Fasilitas dimaksud adalah status Gibran yang merupakan putra seorang presiden.
Karena statusnya sebagai putra presiden ini pula, disebut-sebut adalah kunci sukses mulusnya jalan Gibran memperoleh kepercayaan atau rekomendasi dari DPP PDI-P. Partai yang di nahkodai oleh Megawati Soekarnoputri ini sampai rela "menyingkirkan" Ahmad Purnomo, yang merupakan politisi senior serta sarat pengalaman di pemerintahan Kota Solo.
Selain itu, Ahmad Purnomo sudah sedari awal didukung penuh oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Surakarta, berikut para pimpinan anak cabangnya.
Tak heran, dengan segala kemewahan serta keuntungan yang dimiliki Gibran, sulit bagi kandidat manapun bisa menandingi kakak kandung Kaesang Pangarep dan pasangan, Teguh Prakosa, pada kontestasi Pilwakot mendatang.
Gibran Bisa Kalah
Apa yang saya utarakan di atas adalah hitungan di atas kertas. Namun, politik tentu saja bukan hanya mengandalkan hitungan di atas kertas atau hitungan matematis. Politik butuh taktik, analisa dan strategi jitu, jika ingin memenangi peperangan.
Apalagi, bukan rahasia umum dan sudah banyak dipahami oleh mayoritas manusia, politik itu dinamis, cair dan perubahan serta pergerakannya sangat sulit ditebak.