BUKAN lagi rahasia umum, pandemi virus corona atau covid-19 telah memporak-porandakan segala sendi-sendi kehidupan.
Bukan hanya perkara kesehatan serta keselamatan nyawa manusia, tetapi juga menyasar ke sektor lainnya, termasuk ekonomi, sosial, budaya bahkan politik.
Parahnya yang mengalami dampak dari pandemi virus asal Wuhan, China tersebut bukan hanya satu dua negara, melainkan ratusan. Indonesia salah satu yang tak luput dari pagebluk mematikan ini.
Tidak usah bicara tentang kesehatan dan ekonomi yang jelas terkena dampak. Masalah politik pun, Indonesia cukup sangat merasakan akibatnya. Salah satu buktinya terkait penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Seperti diketahui, pada tahun 2020 ini Indonesia memiliki agenda pesta demokrasi Pilkada serentak.
Rencana awalnya, kontestasi pemilihan pimpina daerah ini akan diselenggarakan pada bulan September. Tapi, akibat mewabahnya virus corona, rencana ini akhirnya terpaksa diundur menjadi bulan Desember mendatang. Atau molor tiga bulan dari rencana awal.
Sekilas, adanya pemunduran jadwal ini tampaknya sederhana. Padahal jika ditelaah lebih jauh, banyak aspek yang terganggu.Â
Sebut saja, segala program para kandidat yang ambyar dan harus kembali menyusun strategi, terjadinya perubahan popularitas dan elektabilitas, tata cara kampanye termasuk masa pemilihan dan lain sebagainya.
Tapi, lupakanlah. Penulis tidak akan membahas lebih hal itu. Dalam kesempatan ini, hanya akan sedikit menyinggung tentang pra atau sebelumnya diselenggarakannya hari pemilihan.
Musik sebagai Kekuatan Politik
Sudah menjadi hal lazim, dalam setiap pesta demokrasi, baik itu Pilpres maupun Pilkada selalu ada fase atau tahapan khusus yang disediakan bagi para calon untuk ajang promosi diri terhadap para calon pemilihnya. Yakni, masa kampanye.
Banyak cara kampanye yang bisa para calon lakukan. Seperti konsolidasi dan turun langsung ke tengah-tengah masyarakat atau berkoar-koar di media massa. Baik televisi, surat kabar atau bahkan media sosial.