"Insyaallah", kata yang selalu keluar dari mulut orang Indonesia sebagai bentuk pernyataan untuk menolak. Ada pula kata "Kita lihat saja". Dua kata ini, setidaknya mewakili bentuk keraguan kita yang tidak pasti.Â
Tinggal menghitung hari, kita akan tiba di gerbang kemerdekaan Indonesia (sesuai mukadimah UUD45). Biasanya hal ini yang selalu menjadi guyonan bagi para pemuda Indonesia. "Kita hanya bisa meraih gerbang kemerdekaan tanpa pernah bisa untuk masuk ke dalamnya bahkan halaman pun tidak". Kalimat tersebut yang selalu keluar dari para pemuda yang dapat saya katakan mereka telah "muak" dengan masa pasca reformasi.Â
Oleh karenanya, jangan heran ketika muncul stiker atau gambar di belakang pintu truk dengan slogan yang tak asing "piye, enak zamanku toh?" Slogan tersebut sebenarnya ingin mengatakan bahwa kami kecewa dengan reformasi yang telah terjadi dan kami ingin kembali kepada kejayaan masa lalu, meskipun itu hanyalah semu. Hal ini terjadi karena pada masa orba, kejahatan (korupsi) hanya dilakukan oleh orang-orang di istana dan tidak turun ke instansi-instansi ataupun RT.Â
Realitanya pada tahun 2015 lalu, RT di wilayah Mojolangu Malang telah diduga melakukan korupsi sebesar 20 juta (Lihat entitashukum.com) atau pungutan liar yang dilakukan oleh salah satu RT di wilayah Jakarta (lihat lapor.go.id). Hal ini sebagai bukti bahwa kejahatan yang dulunya hanya sebagai aktivitas istana sekarang telah meluas ke seluruh lapisan masyarakat. Bahkan dalam situs resmi KPKÂ dituliskan bahwa selama tahun 2004-2016 kasus korupsi yang terjadi di Indonesia adalah sebanyak 2.465 kasus. (lihat Ketika Aventador lebih Murah dari Pendidikan).
17 Agustus tahun 2016 adalah hari kemerdekaan Indonesia yang ke 71. Saya yakin banyak harapan yang selalu ada terngiang di pikiran kita masing-masing. Tetapi banyaknya harapan tersebut bagi saya bagai sebuah fatamorgana di tengah padang pasir yang luas. Mengapa? Karena pada dasarnya kita (bangsa Indonesia) masih memiliki mental yang tidak tegas untuk mengatakan YA ataupun TIDAK.Â
Tidak percaya? Jawablah pertanyaan ini! Apakah anda akan membawa Indonesia menjadi lebih baik?Â
Bila jawaban kita masih seputar logika Insyaallah atau kita lihat saja nanti, artinya kita belum siap. Perlu diingat kemerdekaan yang direbut oleh pemuda (jong) Indonesia di Surabaya yang kemudian kita kenal dengan peristiwa 10 November merupakan perang yang menggunakan logika Merdeka atau Mati bukan logika Insyaallah atau kita lihat saja nanti.Â
John F. Kennedy, Presiden Amerika yang mati tertembak selalu mengatakan bahwa "Jangan tanyakan kepada negara apa yang negara berikan kepada mu tetapi tayakanlah apa yang telah kamu berikan kepada negara mu".
Setidaknya pernyataan ini mengajak kita untuk bertindak tegas, dan berani mengatakan YA dan Tidak. Tetapi meskipun begitu, Aristoteles salah satu filsuf Yunani yang tersohor selalu mengatakan bahwa "Dibalik kesalahan pasti ada kebenaran dan begitu sebaliknya, seperti hitam dan putih". Bila bangsa Indonesia belum siap untuk masuk setidaknya ke halaman kemerdekaan, apakah pemerintah telah berupaya untuk membantu?
Masih ingat Ricky Elson? Pria yang berupaya untk membuat mobil nasional Indonesia. Mobil listik Selo buatan Ricky akhirnya tinggal kenagan, pemerintah tidak berani untuk menginvestasikan dana ataupun mengizinkannya melakukan pembuatan mobil tersebut, mereka hanya berani bertaruh demi duduk di singgasana atau kursi panas DPR.Â
Bahkan Dahlan Iskan sebagaimana yang dikutip dari jpnn.com mengatakan bahwa "Saya tidak bisa lagi untuk menahannya (pulang ke Jepang). Dulu saya mohon-mohon agar pemuda ini mau kembali ke Indonesia. Ilmunya soal mobil listrik sangat berguna. Tapi ternyata benar, ilmu itu sangat tidak dihargai di negaranya sendiri. Dia masih muda, masa depannya masih panjang".Â