Pernahkah kita merasa, ada orang sedang melihat kita dari sudut kamar yang gelap saat tidur malam? Atau merasa seperti ada yang mengikuti dari belakang saat kita berjalan sendiri ditengah kegelapan malam? Perasaan-perasaan seperti ini lazim muncul disetiap orang. Perasaan ini juga yang kemudian membuat kita percaya bahwa ada hantu di sekitar kita.
Ketakutan akan hantu ataupun setan kemudian diperkuat lagi dengan cerita-cerita mistik yang muncul dari masyarakat itu sendiri. Indonesia salah satunya. Bila kita amati, banyak sekali legenda atau pun cerita mengenai hantu-hantu lokal yang dipercayai di setiap daerah. Seperti Pocong, Kuntilanak, hantu Noni Belanda, Suster ngesot dll.
Sederet hantu inilah yang kemudian muncul dipikiran kita ketika berjalan di tengah kegelapan malam yang sunyi dan sepi. Seolah otak akan memperingati kita bahwa ada hantu di belakang kita yang siap menerkam.
Terlepas dari itu, tahukah kita bahwa hantu itu sebenarnya hanyalah ilusi pikiran dan tak ada?
Adalah Dr. Giulio Rognini, peneliti dariThe Swiss Federal Institute of Technology (EPFL) dalam penelitiannya yang dimuat pada theJournalcurrentBiology mengatakan bahwa “semua pkiran mengenai hantu hanyalah manipulasi neuron yang ada di otak kita. Kita merasa seperti ada seseorang di sekitar kita, tetapi kita tidak bisa melihatnya”.
Dalam penelitian tersebut Dr. Rognini dan tim menggunakan 48 relawan yang sehat, yang sebelumnya tidak mengalami riwayat mistis atau paranormal. Para relawan tersebut kemudian ditutup matanya, dan meletakan jari mereka pada media robot yang berada tepat di depan mereka. Sementara jari mereka diletakan pada robot yang berada di depan, robot lain menyentuh punggung para relawan dari belakang.
Dari eksperimen tersebut, para relawan mengaku ada yang aneh ketika terjadi sentuhan oleh robot baik dari depan maupun belakang. Bahkan, sepertiga dari peserta melaporkan bahwa mereka merasa ada kehadiran hantu dalam ruangan dan beberapa dari mereka melaporkan sampai empat kali merasakan adanya kehadiran hantu dalam ruangan itu.
Selain itu, dua dari peserta yang mengikuti percobaan tersebut akhirnya meminta untuk mengakhiri percobaan tersebut karena merasa ada yang aneh dalam ruangan, sepeti ada sosok aneh yang terus mengawasi mereka dalam ruangan.[SM1]
Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa interaksi aneh yang dilakukan oleh peserta dengan robot merubah fungsi otak yang berperan sebagai fungsi kesadaran diri serta persepsi akan posisi tubuh.
Dr. Rognini juga menambahkan bahwa otak kita memiliki beberapa representasi dalam tubuh kita. Dalam kondisi normal, otak mampu merakit sebuah persepsi diri yang terpadu sehingga merepresentasikan diri kita sendiri, atau kita sadar akan posisi kita. Namun, ketika sistem otak mengalami malfungsi -dalam hal ini interaksi dengan robot, atau persepsi akan kegelapan dan hal lain- maka akan menciptakan representasi lain dari tubuh kita sendiri, yang akhirnya membuat otak mengira bahwa posisi tubuh kita bukanlah sebagai “aku” tetapi sebagai orang lain. Hal inilah yang membuat kita selalu merasakan kehadiran (feeling of presence).
Hasil temuan ini pun dinilai dapat membantu untuk lebih memahami kondisi neorlogis seperti skizofrenia, yaitu gangguan mental kronis yang menyebabkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau serta perubahan perilaku.