Praktik mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di Sekolah Dasar (SD) masih banyak dilakukan dengan pendekatan konvensional, seperti metode ceramah yang dominan. Pada masa lalu, pendekatan ini mungkin relevan untuk memberikan pemahaman dasar tentang nilai-nilai Pancasila. Namun, di era modern ini, pendekatan tersebut menjadi semakin kurang cocok, terutama dalam konteks Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran berbasis proyek dan kolaborasi. Hal ini memunculkan pertanyaan besar "Apakah pendekatan konvensional ini masih relevan untuk generasi saat ini?"
Sebagai mata pelajaran yang berperan dalam menanamkan nilai-nilai luhur kebangsaan, PPKn seharusnya diajarkan dengan cara yang dapat menarik perhatian siswa, menumbuhkan keterlibatan aktif, dan relevan dengan dunia mereka. Namun, kenyataannya, banyak guru yang masih terpaku pada pola lama. Hal ini tidak hanya bertentangan dengan semangat Kurikulum Merdeka, tetapi juga menghambat perkembangan siswa yang sudah terbiasa dengan teknologi dan informasi yang serba cepat.
Tidak Sesuai dengan Tujuan Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka menitikberatkan pada pembelajaran yang berbasis kompetensi, eksplorasi, dan partisipasi aktif siswa. Dengan pendekatan konvensional, siswa cenderung menjadi penerima informasi pasif tanpa adanya kesempatan untuk mengeksplorasi pemahaman mereka secara mandiri. Akibatnya, tujuan utama Kurikulum Merdeka, yaitu menciptakan siswa yang kreatif, kritis, dan mampu berkolaborasi, sulit tercapai.
Tidak Relevan dengan Perkembangan Zaman
Generasi saat ini, yang sering disebut sebagai generasi digital, sangat terbiasa dengan teknologi dan visualisasi interaktif. Mereka membutuhkan metode pembelajaran yang lebih dinamis, seperti diskusi kelompok, simulasi, atau pemanfaatan media digital. Pendekatan konvensional yang mengandalkan ceramah panjang dan hafalan justru membuat pembelajaran terasa membosankan dan jauh dari kehidupan nyata siswa.
Kegiatan Pembelajaran yang Monoton
Pendekatan konvensional sering kali menciptakan suasana kelas yang monoton. Guru menjadi pusat pembelajaran, sementara siswa hanya mendengarkan tanpa banyak berpartisipasi. Akibatnya, pembelajaran tidak memberikan pengalaman bermakna yang mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap nilai-nilai Pancasila dan kewarganegaraan. Pembelajaran yang monoton ini juga berdampak pada rendahnya motivasi belajar siswa.
Sudah saatnya para pendidik meninggalkan pendekatan konvensional dalam mengajar PPKn di SD. Kurikulum Merdeka menawarkan berbagai alternatif metode pembelajaran yang lebih relevan, seperti pembelajaran berbasis proyek, diskusi interaktif, dan integrasi teknologi. Dengan menerapkan pendekatan yang lebih inovatif, siswa tidak hanya memahami nilai-nilai Pancasila secara teoritis, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mengajar adalah seni, dan setiap guru memiliki peran besar dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa. Mari kita wujudkan pendidikan PPKn yang lebih dinamis, kontekstual, dan inspiratif, sesuai dengan semangat Kurikulum Merdeka dan tuntutan zaman yang terus berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H