DIY sebagai daerah yang memiliki keragaman budaya non fisik (intangible) yang tinggi atas unsur nilai budaya dan menjadi identitas bagi masyarakatnya, perlu adanya perhatian khusus dalam pelestariannya. Sebab warisan budaya tak benda ini merupakan faktor yang krusial dalam mempertahankan keragaman budaya dalam menghadapi globalisasi yang berkembang. Upaya pelestarian warisan budaya DIY, di dalam konteks keistimewaan DIY adalah mendukung upaya Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pernyataan visinya menggagas renaisans Yogyakarta, sebagai cita-cita luhur dengan mengedepankan basis budaya dalam pembangunan daerah.
Warisan budaya takbenda (intangible) meliputi tradisi atau ekspresi hidup, seperti tradisi lisan, seni pertunjukan, praktek-praktek sosial, ritual, perayaan-perayaan, pengetahuan dan praktek mengenai alam dan semesta atau pengetahuan dan keterampilan, yang diwariskan secara turun-temurun. Ini meliputi kerajinan tangan tradisional, seni rupa, pertunjukan budaya, kuliner khas, dan aktivitas kreatif lainnya yang menjadi identitas budaya lokal.
Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta telah memanfaatkan warisan budaya takbenda ini sebagai sumber ekonomi keluarga yang menghidupi setiap harinya secara turun temurun. Tidak dipungkiri dalam bisnis kuliner Gudeg, pecinta kuliner lokal maupun luar kota sangat memperhatikan figur leluhurnya yang merintis terlebih dahulu. Sehingga penamaan tempat/warung penyaji gudeg tersebut selalu menggunakan nama sapaan ibu leluhur mereka dalam bahasa jawa keseharian (contoh; mbak sri, mbok berek, yu djum, dsb). Demikian juga ragam kuliner khas jogja lainnya semisal bakmi jawa yang memakai nama sapaan bapak leluhur mereka (contoh; mbah mo, pak pele, lek dji, dll).
Dalam konteks ekonomi kreatif, warisan budaya takbenda secara langsung sudah menjadi aset berharga bagi masyarakat DIY. Dengan memanfaatkan kekayaan ini secara inovatif, masyarakat DIY telah menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan. Sering kita jumpai misalnya di produk -- produk kerajinan tangan tradisional seperti gerabah, anyaman bambu, dan banyak ragamnya telah dikembangkan menjadi produk modern yang menarik minat pasar lokal dan internasional. Perlu untuk diketahui bersama bahwa kerajinan tersebut terutama di daerah kabupaten bantul (contoh; kasongan) sudah mengindustri kerajinan eksport secara turun temurun, dari dapur hingga menjadi pabrik. Demikian pula seni pertunjukan tradisional seperti tarian atau musik tradisional juga meregenerasi dari leluhurnya, sehingga yang tempo dulu kesenian yang hanya dinikmati dan sebagai hobby para orang tua kita dahulu sekarang dapat menjadi daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara yang menghasilkan pendapatan melalui pertunjukan diberbagai tempat wisata.
Pentingnya warisan budaya tak benda bukanlah terletak pada manifestasi budaya itu sendiri, melainkan kekayaan pengetahuan dan keterampilan yang ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses regenerasi pengetahuan merupakan modal penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan memanfaatkan warisan budaya takbenda sebagai warisan ekonomi kreatif leluhur, masyarakat DIY tidak hanya memperoleh manfaat ekonomi, tetapi juga menjaga dan menghormati warisan budaya mereka. Melalui pendekatan ini, mereka mampu mempertahankan identitas budaya yang unik, mendorong partisipasi masyarakat, serta memberdayakan komunitas setempat dalam upaya membangun ekonomi yang berkelanjutan dan melestarikan warisan nenek moyang mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H