Mohon tunggu...
Sam Elqudsy
Sam Elqudsy Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan penulis fiksi, karena tak bisa menjiwai tanpa pernah mengalami..

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Jika Aku Menjadi: Edisi Pelatih Timnas

27 November 2012   07:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:36 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, di salah satu Stasiun TV Swastapernah ditayangkan reality show berjudul ‘Jika Aku Menjadi’. Program tersebut kurang lebih mengisahkan kehidupan/ profesi tertentu dengan tokoh utama artis atau siapapun yang wajahnya layak jual. Pemeran ‘seolah-olah’ menjadi bagian dan mengalami kehidupan layaknya kisah tersebut, termasuk suka-duka dan berbagai sisi kehidupan lainnya. Saya tidak tahu apakah saat ini program tersebut masih tayang atau tidak, karena tidak pernah menjadi penggemarnya. Saya hanya sekedar tahu ada program seperti itu, dan kebetulan sedang ingin membayangkan menjadi seperti ‘tokoh’ dalam salah satu episode berjudul “Jika Aku Menjadi: Edisi Khusus Pelatih Tim Nasional Indonesia”…

Kira-kira Seperti ini skenarionya..

Hasil pertandingan pertama laga penyisihan grup AFF Cup 2012 adalah sesuatu yang diluar prediksi dan harapan seluruh masyarakat Indonesia. Laos bermain taktis dan jauh lebih baik dibandingkan dua tahun lalu saat digebuk enam gol tanpa balas. Sementara permainan kita, harus diakui menurun jika dibandingkan dengan saat menghadapi Tim U-23 Kamerun, beberapa hari sebelum tim berangkat ke Malaysia. Tapi, kita masih beruntung dengan gol di menit akhir pertandingan. Dan gol itu tidak lahir begitu saja, tetapi melalui perjuangan pemain yang tidak kenal lelah hingga menit akhir.

Laos sudah lewat. Satu angka ada ditangan. Sekarang saatnya menata kembali barisan ini untuk menatap laga kedua. ‘Laga hidup - mati’ melawan Singapura. Tim yang juga diluar perkiraan mampu mengandaskan Malaysia tiga gol tanpa balas. Padahal Malaysia tidak bermain buruk, tetapi Singapura memang lebih baik dan berhak menang.

Tim itu kini ada di depan mata, dan laga hidup mati itu tidak lama lagi digelar: esok petang. Bukan lusa apalagi tahun depan atau entah kapan setelah konflik persepakbolaan nasional usai. Esok, tim yang pincang dan dicerca suporternya sendiri ini akan menghadapi Sang Penakluk Juara Bertahan. Mental bertanding timnas harus secepatnya dipulihkan. Garuda harus kembali perkasa di hadapan Singa Pemangsa Harimau Malaya.

Motivasi Tim

Selepas makan malam nanti, Selasa malam. Semua pemain dan official tim dikumpulkan. Saya akan sampaikan kepada mereka sebuah kisah yang barangkali sudah pernah mereka dengar, berkali-kali mereka dengar bahkan hafalkan. Tapi sejenak saya minta mereka meresapinya, mendengarkan kisah ini dan mengambil pelajaran terbaik darinya.

“Dalam salah satu pertempuran, ketika sepasukan kecil tentara menyeberang lautan dan mencapai medan pertempuran, mereka menemui kenyataan diluar prediksi. Ternyata musuh lebih kuat dan memiliki persenjataan lengkap. Menyadari kekuatan tidak seimbang, banyak prajurit nyalinya ciut, hendak mundur dari medan laga. Akal sehat siapapun pasti mengatakan pasukan kecil ini akan kalah, takluk dari musuh yang dihadapinya.

Melihat kondisi tersebut, Jendral menyuruh tentara menurunkan semua persenjataan dan bahan makanan, lalu mendorong kapal ke arah pantai, persisi di titik dimana mereka tiba. Saat tentara musuh merasa menang dan mengira mereka akan lari, Sang Jendral justru memerintahkan untuk membakar kapal dan sekoci sampai habis tak bersisa. Sejurus kemudian Sang Jendral berteriak lantang:

“Lihatlah di hadapan kalian berdiri musuh yang ganas, mereka menertawakan kita dan siap membasmi tanpa ampun. Di belakang kalian lautan lepas, dan kita tak lagi memiliki kapal untuk meninggalkan tempat ini. Silahkan berenang dan mati di tengah lautan jika kalian ingin mundur dan dikenang rakyat sebagai pengecut. Bagi yang tetap bersamaku disini, mari kita hunus pedang untuk bertempur sekuat tenaga. Kalahkan musuh dan menjadi pahlawan rakyat atau mati dan dikenang sebagai pejuang!!” Mendengar kalimat pemimpinnya, pasukan kecil itu kemudian bertempur penuh semangat dibawah komando Sang Jendral dan berhasil menaklukkan musuh.

Strategi Pertempuran

Motivasi saja tidak cukup. Strategi harus disusun. Beberapa celah kelemahan harus diatasi atau setidaknya ditutupi. Kunci permainan Singapura adalah umpan pendek, cepat dan terarah. Mereka sering melakukan terobosan tiap kali ada ruang kosong. Pemain tengah begitu mobil, terus bergerak mencari celah untuk melepaskan umpan terobosan. Maka strategi yang tepat untuk diterapkan adalah pressing ketat, karena dengan cara itu tidak ada ruang bagi pemain lawan menguasai bola, apalagi melepaskan umpan terobosan. Jika itu sampai terjadi, lini belakang timnas akan kewalahan. Saat pemain lawan menguasai bola, dua sampai tiga pemain terdekat harus menutup ruang. Tidak ada cara lain, serangan Singapura harus dihentikan sejak dari lapangan tengah. Lini tengah diisi pemain pekerja keras, mereka yang bisa menutup daerah dengan baik dan tentu saja memiliki mobilitas tinggi.

Harus diakui tidak banyak pilihan untuk starter di lini belakang, sedikit variasi mungkin bisa. Raphael – Hamdi – Wahyu – Nopendi menjadi andalan. Overlapping tidak perlu harus dikurangi. Sementara Wahyu bisa difungsikan sebagai libero atau sweeper, berada di garis paling belakang, sedikit saja di depan kiper.

Lini tengah harus dikuasai. Kalau perlu menumpuk gelandang di lapangan tengah bisa menjadi alternative. Kombinasi Taufik, Vendry Mofu dan Irfan Bachdim bisa dicoba sebagai starter. Ketiga pemain ini memiliki kemampuan bertahan dan menyerang yang baik, serta mobilitasnya tak perlu diragukan. Rasyid bisa menjadi alternatif untuk Taufik. Untuk sementara nama Tonie Cussel bisa disimpan di bench. Di sisi sayap, Andik dan Elie bisa menjadi pilihan starter. Okto diharapkan dapat menjadi supersub bagi Elie. Bambang bisa digantung sendirian di depan sebagai target man ataupun sebagai pemantul bola bagi Irfan - Vendry. Samsul Arif masuk di babak kedua apabila Bambang sudah mentok dan tidak berkembang.

Setiap bola mati sangatlah berharga dan sebisa mungkin dikonversikan menjadi peluang. Tidak mudah untuk menyulap lini depan menjadi sangat tajam dalam waktu singkat. Karena itu, situasi set pieces harus diupayakan membuat kemelut dan dikonversi menjadi gol. Pemain kita memiliki kelebihan itu, namun selama ini belum dioptimalkan.

Tak terasa, tiga puluh menit Program Jika Aku Menjadi Edisi Khusus Pelatih Tim Nasional usai sudah. Tibalah saatnya saya kembali menjadi penonton, penikmat Sepakbola Indonesia yang setia mendukung Tim Nasional, meski hanya di depan layar kaca..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun