Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Inter Bukan Casper!

16 September 2011   06:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:55 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Semua orang pernah menjadi anak kecil dan suka menonton kartun. Siapa yang tidak mengenal Casper; sesosok hantu baik hati yang selalu ingin bersahabat dengan manusia. Walau begitu, keinginan tersebut kerap dihalangi oleh sesama hantu karena percaya tugas makhluk seperti mereka adalah menakuti manusia.

Tubuh gemas Casper sebetulnya masih membuat orang takut. Namun masih ada satu-dua manusia yang mau bersahabat dengan Casper. Apakah itu gadis kecil, anak laki-laki mungil, ataupun orang dewasa. Singkat kata, Casper berhasil menjelma dalam bayangan banyak orang sebagai hantu yang baik.

Saya yakin tidak ada kaitan antara Casper dan pelatih baru Inter Milan, Gian Piero Gasperini. Barangkali cuma kesamaan nama  jika mengganti huruf "G" menjadi "C". Tapi nyata jelas sejak dia melatih, Inter tidak semenakutkan dulu. Inter tidak lagi "hantu" yang membuat lawan segan—untuk tidak mengatakan takut—pada peraih Treble Winners 2010 tersebut.

Pangkal persoalan ini tak lain adalah formasi 3-4-3 ala Gasperini. Dia mencoba memainkan tiga pemain belakang sejajar. Formasi ini jelas menafikan peran bek sayap yang agresif seperti Maicon yang biasanya maju membantu serangan. Kelebihan pola ini ada pada konsentrasi bertahan para bek—jika tidak bernaluri menyerang—sehingga ketika serangan balik, masih menjaga area pertahanan, walau tetap riskan. Berbeda misalnya jika dua bek kanan dan kiri suka maju ke depan sehingga akan meninggalkan celah di kedua sisi.

Sayangnya, Inter tidak terbiasa dengan cara bermain seperti itu. Di mana-mana, pelatih baru hanya akan mevariasikan formasi gelandang atau penyerang tanpa mengotak-atik jumlah 4 pemain belakang. Bahkan jika 10 tahun lalu masih ada yang memakai 5 bek, kini sudah tidak pernah lagi dijumpai. Begitu pun dengan pola 3 bek sejajar. Namun Gasperini masih kukuh dengan gaya jadulnya tersebut. Formasi yang sudah masuk museum coba dipakai lagi untuk sekedar membuktikan kelayakannya. Akibatnya, Inter pun harus menerima resiko yang tak kecil.

Mengapa Gasper tetap kukuh dengan pola itu? Kalau kita perhatikan rekam jejak Gasper, terlihat bahwa klub-klub yang pernah diasuhnya bukan klub papan atas. Sebelum ke Inter, Gasper melatih Genoa, Crotone, dan Juventus Junior. Formasi andalannya sudah pasti 3-4-3. Sayang, bukan prestasi yang didapat melainkan hujan gol yang tiada henti. Gasper bisa berkilah hal itu terjadi lantaran ia menangani tim kecil yang tidak diperkuat pemain hebat. Menjadi sebuah prestasi membanggakan ditunjuk Moratti menggantikan Leonardo yang hijrah ke PSG.

Gasper seakan mendapat angin segar. Bek-bek berpengalaman dunia semacam Lucio, Samuel, Chivu, Maicon, serta pemain muda Rennochia ada di klub ini. Gasper pun mau membalikkan pandangan  negatif terhadap pola kesayangannya itu di Inter. Jika di klub kecil gagal, kemungkinan besar di Inter bisa berhasil. Apabila terbukti kemudian, Gasper akan berkoar-koar bahwa pola itu pantas dipakai.

Kalau benar begitu, tampaknya Gasper salah alamat. Inter bukanlah tim yang pantas  dijadikan kelinci percobaan. Klub ini telah meraih segudang prestasi dan dimiliki seorang presiden yang masih ambisius mengejar gelar. Lagipula, musuh-musuh Inter di Serie-A seperti AC Milan, AS Roma, Juventus sangat bernafsu menyingkirkan Inter. Liga Italia sudah hampir seketat sebelum Calciopoli sehingga kehilangan poin dalam laga melawan tim menengah haram hukumnya.

Terbukti, jika kalah dari Milan dianggap pantas; dijebol 4 gol oleh tim sekelas Palermo masih ok; tunduk dari klub semenjana Eropa, Trabzonspor, di kandang sendiri tidak dapat lagi ditolerir! Bagaimana jadinya nama besar Inter dipermalukan seperti itu?

Saya pikir, Gasper tidak perlu harus dipecat. Cukuplah dengan mengembalikan susunan 4 bek seperti sebelum-sebelumnya. Hal ini tidaklah sulit untuk tim sekelas Inter. Pemain belakang Inter masih sama dengan musim lalu dan tak sulit untuk beradaptasi kembali. Di pertandingan menghadapi Trabzonspor, Inter memang kembali menggunakan 4 bek sejajar meski berujung kekalahan. Bisa jadi karena pemain butuh adaptasi walaupun hanya beberapa pertandingan mencoba memakai 3 bek.

Keinginan Gasper menjadikan Inter yang tampil menyerang dan menghibur patut dihargai. Tapi, untuk mencapai ke taraf itu, tidak bisa dilakukan dalam sekejap mata. Masa-masa kepelatihan Leonardo sudah membuktikannya. Inter bisa menang besar, tapi juga kalah telak. Babak perempat final Liga Champion musim lalu Inter dibantai 2-5 oleh Schakle 04. Juga dipukul tim sekota AC Milan 3-0 di kompetisi domestik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun