Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah si Zainuddin

5 Juli 2011   13:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:55 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agama itu universal! Semangat ini terus dibawa oleh para penyebar agama sepanjang masa. Mereka keliling dunia karena percaya di tiap titik muka bumi yang dipunyai Tuhan ini, ke situlah agama harus dibawa.

Tapi semangat itu bisa jadi partikulir pada prakteknya. Kalaulah hanya ada satu agama, barangkali keuniversalan agama bakal diterima. Nyatanya, agama di muka bumi ini begitu banyak sehingga apa yang diyakini universal diragukan kebenarannya.

Meski begitu, universalitas agama diiyakan jika menyangkut satu hal: moral. Mengenai hal ini tak perlu kita perdebatkan kesahihannya; mungkin juga tidak perlu didebat apakah makna "moral" itu. Semua agama mengajarkan hal yang sama, bahwa manusia hidup untuk berbuat kebaikan.

Pesan-pesan yang disampaikan tentu menjadi lebih khusus semisal bagaimana berbuat baik itu. Pada perjalanannya, menjadi manusia yang bermoral adalah sulit. Masih akan kita temui segala kekacauan yang katanya tanda bahwa "Tuhan tidak menghendaki perbuatan manusia". Bisa benar, bisa tidak. Tapi bagi masyarakat Indonesia yang hampir 100 persen beriman pada-Nya, sedikit banyak pasti percaya.

Zainuddin Mz adalah salah satu penyeru kebaikan itu. Ia mungkin hanya satu di antara jutaan orang yang ber-"profesi" sama. Tapi ia punya nilai lebih: polularitas—sedikit saja pemuka agama yang memilikinya. Apa yang diceramahkan Zainuddin Mz selama hidupnya sebagian besar bermuara pada kebaikan semata. Ia memang seorang pemuka Islam. Tapi apa yang universal bukanlah untuk segelintir umat saja. Nilai-nilai tersebut pasti akan diterima jua oleh penganut agama lain, terlepas apakah "bersumber dari Tuhan yang sama" atau tidak.

Zainuddin jelas bukan seorang pluralis seperti Gus Dur dan Cak Nur yang populer di mata umat non-Islam Indonesia. Tapi bisa jadi semua orang akan suka padanya bukan karena universalitas Tuhan—sehingga lahirlah pluralisme agama—itu, melainkan "pluralisme selera". Yang saya maksud adalah, selera pada gaya ceramah yang sama meski agama berbeda.

Kita sudah tahu, kerap lahir celaan kepada para pengkhotbah agama. Orang-orang akan mengatakan, "Khotbahnya enak, nggak buat ngantuk". Atau bisa jadi mereka akan memilih tidak mendengarkan khotbah karena merasa apa yang disampaikan "Toh itu-itu juga". Pada akhirnya, para penceramah yang bisa membuat tawa terpingkal-pingkal pun menjadi laris manis.

Zainuddin termasuk di dalamnya. Tapi kita tahu, ia sudah malang-melintang dalam dunia itu sehingga orang tak memandangnya karena kemahiran dalam mengocok perut dan suaranya yang khas. Ia adalah juga seorang yang memiliki spketrum pengetahuan yang luas. Dengan begitu, ia punya "otoritas" untuk diterima karena ilmu agamanya—lulusan UIN Syarif Hidayatullah, bukan sekedar gaya ceramahnya yang populer.

Saya adalah sedikit dari orang "lain" yang menyukai khotbah sang kiai. Darinya saya belajar untuk tidak "takut" mendapat siraman rohani yang saya yakini memang universal. Dari sinilah mungkin saya mengaku memang punya selera yang sama. Perbedaan pun bukan penghalang untuk menerima nilai-nilai kebaikan.

Bisa jadi ia memilih terjun ke dunia politik dengan bekal keyakinan universal. Ia melihat bahwa Islam yang universal tidak hanya dalam moral melainkan sampai pada ranah politik. Di sini mungkin saya tidak setuju padanya. Lagipula, ia sudah merasakan bahwa dalam politik, tidak ada orang yang dinilai suci karena itu dapat ditendang ke sana-ke mari. Ia mengalaminya sendiri.

Saya tentu akan merindukan Zainuddin Mz setelah hari ini. Ia pergi ke alam sana menuju apa yang diyakininya sebagai gerbang untuk masuk ke dalam dunia yang kekal—sebagaimana dijanjikan oleh-Nya bagi mereka yang percaya. Ia akan membuktikan sendiri bahwa semua yang dikatakan selama di muka bumi memang benarlah adanya. Selamat jalan, Kiai!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun