Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gamawan Bersilat Lidah

18 Januari 2011   12:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:26 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasan normatif yang digunakan oleh Gamawan adalah pasal 18 ayat 4 UUD 1945 hasil amandemen yang isinya: Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupatan, dan kota dipilih secara demokratis.

Jika kita tanya pada anak SD yang baru belajar membaca, mungkin si anak SD itu bakal berpikiran sama dengan Gamawan. Secara tata bahasa memang yang dipilih secara demokratis itu kepala daerah dan bukan bersama-sama dengan wakilnya.

Tapi, Gamawan bukanlah anak yang baru bisa membaca dan tahu politik kemarin sore. Apapun di dunia ini yang namanya pemilihan secara demokratis kepala pemerintahan―khususnya presidensial―jelas-jelas memilih sepaket dan bukan "separuh". Proses pemilihan kepala daerah bukanlah pemilihan raja yang memang tidak memiliki wakil.

Jika alasan wacana itu adalah agar tidak ada bambang dh-bambang dh lainnya di bumi Indonesia ini saya sangat sepakat dengan sang menteri. Bagaimanapun, sebuah jabatan publik sangat mulia nilainya. Jika seseorang turun pangkat hanya gara-gara peraturan membolehkannya―di sisi lain jabatan seharusnya makin menaik―tentu saja si bersangkutan bakal dituduh haus jabatan. Andaikan memang rakyat masih menyukainya tidak sepantasnya pula rakyat dibodohi. Mendidik rakyat agar memiliki kedewasaan berdemokrasi juga tidak kalah penting. Sebab kepemimpinan itu sebenarnya adalah regenerasi. Apa gunanya pemimpin baik dalam beberapa periode jika nantinya tak ada pengganti yang mumpuni? Dengan menyiapkan diri menjabat dalam periode yang sudah ditetapkan akan membuat generasi berikutnya berani tampil ke depan.

Tapi itulah hebatnya Mendagri kita. Selalu saja ada celah bahasa yang memang tidak sempurna untuk memuluskan wacananya. Saya tidak habis pikir mengapa dia mesti menggunakan logika itu? Tidakkah sebaiknya menteri mengubah syarat yang lebih masuk akal. Katakanlah " bupati/walikota yang sudah dua kali periode berturut-turut menjabat tidak boleh mengajukan diri lagi sebagai wakil bupati/walikota pada periode berikutnya." Saya rasa hal ini lebih bijak dan relatif lebih bisa diterima.

Saya khawatir Gamawan terpengaruh oleh pemilihan di organisasi sosial ataupun politik. Bagaimanapun memang pemilihan di orsospol itu hanya memilih ketua saja. Wakil ketua dan pembantu-pembantunya ditentukan sesudah sang ketua terpilih. Tampak memang prerogatif mutlaknya. Namun jabatan kepala daerah jelaslah tidak sesederhana itu. Ada proses politik di dalamnya. Ada lobi-lobi yang diperlukan untuk memenuhi syarat batas pencalonan ataupun faktor keterpilihan sang wakil.

Belum lagi bagaimana nantinya dengan legitimasi sang wakil apabila menggantikan kepala daerah yang berhalangan tetap. Kalau wakil kepala daerah adalah PNS, artinya yang bersangkutan tidak memiliki parpol. Dan sudah menjadi realita umum apabila tanpa dukungan partai politik di parlemen kebijakan tidak akan jalan dengan mulus.

Dengan kerumitan-kerumitan yang lebih mungkin terjadi inilah Gamawan seyogianya tidak gegabah membuat rancangan UU. Memang RUU itu masih harus digodok bersama anggota dewan. Tapi, yang harus diperhatikan oleh seorang Gamawan adalah jangan begitu mudah bersilat lidah untuk mencari pembenaran atas wacana yang digulirkannya. Mengurus negara bukan soal satu dua kata belaka. Tapi ada landasan historis, sosiologis, empiris yang tak dapat diabaikan. Hal inilah yang sering dilupakan olehnya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun