Penyuluh agama merupakan agen perubahan yang tugasnya membimbing umat, tugas pokok Penyuluh Agama sesuai Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pengawasan Aparatur Negara Nomor 54/Kep/MK.WASPAN/9/1999 adalah mclakukan dan mcngembangkan kegiatan bimbingan atau Penyuluhan Agama dan pembangunan melalui bahasa agama.
Penyuluh agama pegawai negeri sipil maupun Non PNS  diberi tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melakukan kegiatan bimbingan dan penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama. Dengan demikian penyuluh agama memiliki peran sentral sebagai  juru penerang penyampai pesan bagi masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang baik.
Namun, seiring dengan mewabahnya Covid 19 serta pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tantangan tugas para penyuluh agama semakin berat terlebih jumlah perbandingan penyuluh agama dengan umat yang dibina masih jauh dari kata ideal. Dalam kenyataan kehidupan di tataran masyarakat telah mengalami perubahan pola hidup sehingga perlu bagi penyuluh agama mendapatkan pelatihan peningakatan keterampilan agar tidak gagap teknologi dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.
Dalam situasi demikian, guna menuju keberhasilan kegiatan penyuluhan tersebut, maka perlu sekali keberadaan penyuluh agama yang profesional memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai sehingga mampu memutuskan menentukan sebuah proses kegiatan bimbingan dan penyuluhan dapat berjalan sistematis, berhasil, berdaya guna dalam upaya pencapaian tujuan yang diinginkan.
Perlu adanya pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh agama secara rutin dan berjenjang sehingga tercipta penyuluh yang handal dan profesional sesuai fungsi yang diemban yaitu informatif dan edukatif, konsultatif, serta advokatif. Optimalisasi fungsi ini menjadi penting ditingkatkan di tengah problem keumatan dan kemasyarakatan yang kian kompleks. Idealnya penyuluh agama juga menguasai peta dakwah, piawai menganalisis data potensi wilayah, dan menjadi agen perubahan melalui pemberdayaan.
Hasil akhir yang ingin dicapai dari penyuluh agama, pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai dan memiliki pandangan beragama yang moderat. Dan itu, ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan konsistensi seraya disertai wawasan multikultur untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai satu sama lain.
Ada tiga syarat untuk menjadi penyuluh agama. Yaitu memiliki kemampuan atau pengetahuan tentang Agama yang dianutnya, memiliki kemampuan komunikasi, dan harus ada legitimasi atau pengakuan dari masyarakat. Ketiga syarat ini harus dibingkai dengan kode etik kepenyuluhan yaitu penyampaikan pengajaran agama hanya kepada mereka yang seiman atau seagama, penyuluh agama lebih berpusat kepada umat beragama yang dianutnya dan tidak berkomentar tentang agama orang lain, tidak melakukan penyiaran agama dengan cara yang tidak terpuji dan yang terpenting adalah penyuluh agama memprovokasi dan menyebarkan berita bohong dengan tujuan mengadu domba antar peluk agama yang satu dengan pemeluk agama lainnya.
Sejalan dengan Nawa Cita ke 9 ( sembilan ) memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar warga. Dengan demikian penyuluh atau penyiar agama profesional harus memiliki tingkat pengetahuan agama yang memadai untuk itu penyuluh agama harus terus mengembangkan diri dengan banyak membaca, mengikuti diklat kepenyuluhan, membangun jaringan dengan agama lain dan terus mendorong sikap toleransi antar umat beragama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H