Menurut Financial Planning Standar Board, yang dimaksud perencanaan keuangan adalah proses untuk mencapai tujuan hidup seseorang melalui manajemen keuangan secara menyeluruh. Sementara menurut Farah Dini Novita, penulis buku ini, definisi perencanaan keuangan (financial planning) adalah pengaturan keuangan individu atau keluarga sehingga dengan berapa pun penghasilan yang ada, ia tetap bisa menyisihkan dana setiap bulannya.
Tujuan dari dana yang disisihkan tersebut untuk dikelola atau diputar kembali agar menghasilkan lebih banyak uang lagi. Dengan begitu, tujuan-tujuan keuangan jangka pendek, menengah, dan panjang dapat terpenuhi. Perencanaan keuangan sangat berhubungan erat dengan cara hidup seseorang. Cara ia mengelola keuangannya menunjukkan kehidupan seperti apa yang dimilikinya (halaman 1-10).
Dari awal menjadi perencana keuangan, penulis yang memulai karier sebagai perencana keuangan pada awal 2010 ini pernah handle client personal mulai dari yang penghasilan 1,5 juta sampai 100 juta. Dan pada prinsipnya, penghasilan berapa pun itu, jika kita tidak memiliki perencanaan keuangan yang bagus, maka akan banyak kebutuhan yang seharusnya masuk skala prioritas namun tidak dapat terpenuhi. Sebagai contoh, seseorang yang mempunyai gaji 1,5 juta, masih single, ia bisa menyisihkan 250 ribu. Seseorang yang mempunyai gaji 5 juta dengan tanggungan istri dan satu anak di kota besar, ia bisa menyisihkan 1 juta tiap bulannya. Namun ada juga yang bergaji 30 juta, tapi ia tidak memiliki tabungan sama sekali dan tidak bisa menyisihkan uang 100 ribu pun ke tabungannya tiap bulan (halaman 6).
Menabung, menurut penulis, juga harus direncanakan dengan matang setiap bulannya. Sebaiknya, hindarilah menunggu ada sisa uang gaji baru menabung atau berinvestasi. Sebab, jika kita menunggu gaji kita bersisa baru menabung, bisa dipastikan tidak akan pernah kesampaian. Pada umumnya, gaji akan selalu habis dengan berbagai alasan pengeluaran yang terkadang tidak terlalu penting bahkan hanya membuang-buang uang. Oleh karenanya, saat kita baru menerima gaji atau penghasilan, segera sisihkan sebagian penghasilan tersebut ke dalam pos tabungan/investasi. Jangan menunggu sisa dari gaji karena bakalan susah. Sama seperti kalau kita ingin membayar utang atau cicilan kredit, pasti akan langsung kita sisihkan sejak awal. Nah, begitu juga dengan menabung dan investasi, harus diupayakan juga seperti itu (halaman 182-183).
Setiap individu tentu memiliki tujuan keuangan yang beraneka ragam. Lantas, bagaimana cara menetapkan tujuan keuangan? Merencanakan keuangan bukan hanya sekadar merencanakan untuk menabung dan investasi saja, akan tetapi juga merencanakan untuk bersenang-senang. Bagi pasangan yang telah berkeluarga, salah satu prioritas utama (misalnya) adalah dana pendidikan anak dan membeli rumah. Bagi yang masih lajang, prioritas utama (misalnya) mempersiapkan dana pernikahan dan pembelian rumah sebagai aset pertama yang dimilikinya (halaman 32-33).
Tidak sedikit orang yang penghasilannya cukup besar tapi merasa masih kurang dan terpaksa harus mengutang ke sana kemari untuk menutupi hajat hidupnya yang semakin meningkat. Padahal, jika ia berusaha merencanakan keuangannya dengan baik setiap bulan, maka penghasilannya pasti lebih dari cukup, bahkan bisa menyisihkan untuk ditabung atau diinvestasikan.
Sebagian orang mungkin tidak menyadari dengan budaya boros yang dianutnya. Misalnya, setiap kali hendak berangkat kerja, ia memiliki kebiasaan membeli kopi terlebih dulu di kafe atau coffe shop (dan ini terjadi hampir setiap hari). Taruhlah harga secangkir kopi di coffe shop 41 ribu. Jika dikalikan selama 30 hari, total dana yang dikeluarkan (hanya) untuk menikmati secangkir kopi tiap hari sangat fantastis nominalnya, mencapai 123 ribu.
Seandainya saja dana untuk minum kopi tersebut digunakan untuk menabung, tentu dapat dijadikan sebagai investasi jangka panjang untuk jaga-jaga keperluan lain yang terkadang mendadak dan mendesak. Memang, untuk mengubah kebiasaan tersebut tidak bisa sekaligus. Semua butuh proses dan bisa disiasati dengan mengurangi kebiasaan minum kopi di kafe dan memilih menyeduh kopi dengan jenis dan kualitas yang sama di rumah (halaman 45-46).
Terkait kebiasaan hidup boros, penulis juga pernah mengalaminya sendiri. Penulis punya satu minuman favorit yang harganya 48 ribu kalau belinya di coffe shop. Dan untuk menyiasati kebiasaan mengonsumsi minuman tersebut, jika hasrat untuk mengonsumsi minuman tersebut sudah tak terbendung, maka penulis memilih membeli minuman kemasan sachet (yang biasa disajikan di cofee shop) di supermarket, dengan harga yang sangat terjangkau, hanya 13 ribu. Silakan bandingkan, 48 ribu dan 13 ribu, perbedaan yang sangat jauh sekali bukan? (halaman 47).
Dana pendidikan anak adalah investasi yang harus disiapkan setiap individu yang tengah berencana memiliki anak. Semua orang tentu tahu, jika dana pendidikan, terlebih sekolah-sekolah favorit, tidaklah murah. Di Indonesia, kenaikan dana pendidikan termasuk lumayan gila. Kesalahan yang kerap terjadi dan dialami oleh kebanyakan orang adalah tidak pernah memperhitungkan biaya-biaya pendidikan untuk anak itu apa saja. Hanya ada satu cara untuk melawan lajunya kenaikan biaya pendidikan, yaitu dengan cara berinvestasi (halaman 118-119).
Dalam buku ini, penulis yang akrabn dipanggil Dini ini akan berbagi pengalamannya kepada sesama kaumnya mengenai investasi jangka panjang, jenis-jenis investasi apa saja yang cocok untuk para wanita sekaligus keuntungannya, hingga mengulas tentang bagaimana caranya agar supaya dengan penghasilan yang ada namun aset dapat terus bertambah dan tetap bisa menikmati hidup, bersosialisasi dan membantu orang lain (Sam Edy Y).
***
Judul Buku: Finchickup (Financial Check up for Ladies)
Penulis: Farah Dini Novita
Penerbit: B-first, Yogyakarta
Genre: Lifestyle
Cetakan: I, Mei 2014
Tebal: xiv + 234 halaman
ISBN: 978-602-1246-03-0
*cover buku koleksi pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H