Mohon tunggu...
Sam Edy Yuswanto
Sam Edy Yuswanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Hobi membaca dan menulis

Mukim di Kebumen. Karya tulisnya tersebar di berbagai media cetak dan online, lokal hingga nasional seperti Kompas Anak, Republika, Jawa Pos, Koran Jakarta, Radar Surabaya, Radar Bromo, Radar Banyumas, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Merapi, Minggu Pagi, Lampung Post, Analisa, Bangka Pos, Kartini, Nova, dll.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kebiasaan Positif Menjadi Modal Kesuksesan

18 Agustus 2014   03:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:17 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebiasaan yang positif menjadi penentu kesuksesan seseorang. Kebiasaan ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi mendatangkan keuntungan, sementara di sisi lain mendatangkan kerugian. Dari bangun sampai tidur, saat berjalan, bekerja, makan, bersantai, yang namanya hidup tak bisa terlepas dari kebiasaan. Organisasi dan perusahaan pun memiliki kebiasaan. Dengan memahami kebiasaan-kebiasaan, berarti memahami sebagian hakikat manusia dan potensi keberhasilan dari kebiasaan yang tepat.

Kebiasaan bukan takdir. Kebiasaan bisa diabaikan, diubah, atau diganti. Ketika kebiasaan muncul, otak berhenti dalam pengambilan keputusan. Otak berhenti bekerja keras, atau mengalihkan fokus ke tugas-tugas lain. Agar kebiasaan dapat berubah secara permanen, maka diperlukan sebuah keyakinan kuat bahwa perubahan itu bisa diwujudkan.

Kebiasaan memang sulit dilenyapkan. Tapi bisa digantikan. Untuk mengubah kebiasaan, seseorang harus mempertahankan ‘tanda lama’ dan memberikan ganjaran sama, namun harus menyisipkan rutinitas baru. Upaya berhenti dari kebiasaan mengemil, misalnya, seringkali gagal kecuali ada rutinitas baru untuk memuaskan ‘tanda lama’ dan dorongan memperoleh ganjaran. Perokok biasanya tak bisa berhenti, kecuali ia menemukan aktivitas baru untuk menggantikan rokok ketika ia terpicu untuk kembali menyulut rokok.

Yang terpenting, meski proses pengubahan kebiasaan mudah dijabarkan, bukan berarti mudah dijalankan. Perubahan ‘sungguhan’ perlu usaha serta pemahaman diri mengenai perasaan ‘mengidam’ yang mendorong perilaku. Mengubah kebiasaan dibutuhkan kebulatan tekad. Taruhlah ketika seseoarng ingin berhenti makan cemilan di tempat kerja, apakah ganjaran yang dia cari adalah memuaskan rasa lapar, atau mematahkan kebosanan? Jika dia makan cemilan hanya untuk melepas beban sejenak, maka dia dapat mengubahnya dengan mencari rutinitas lain, seperti jalan-jalan sebentar, bermain game, atau hal-hal lain yang lebih bermanfaat (halaman 77-78).

Agar suatu kebiasaan hasil dari perubahan dapat terus bertahan, dibutuhkan kepercayaan. Siapa pun harus percaya bahwa perubahan adalah sesuatu yang mungkin. Setiap orang tentu sepakat bila perubahan itu bisa terjadi. Pecandu alkohol dapat berhenti minum. Perokok dapat berhenti merokok. Pecundang menahun bisa menjadi juara. Dan (sebagaimana penemuan para ilmuwan) tidak hanya kebiasaan perorangan saja yang bisa berubah bila kebiasaan terus diperbaiki. Perusahaan, organisasi, dan masyarakat juga bisa berubah (halaman 92-93).

William James pernah menuliskan pemikiran yang cukup terkenal bahwa ‘kehendak untuk percaya’ adalah bahan terpenting dalam menciptakan kepercayaan untuk berubah. Dan salah satu metode terpenting untuk menciptakan kepercayaan adalah kebiasaan. Kebiasaan adalah hal yang memungkinkan seseorang melakukan suatu hal dengan sulit untuk pertama kali, namun seiring berjalannya waktu, menjadi semakin mudah melakukannya.

Sepanjang hidup, William James menulis tentang kebiasaan dan peran pentingnya dalam menciptakan kebahagiaan dan keberhasilan. Dia akhirnya memberikan satu bab dalam adikaryanya ‘The Principles of Psychology’ untuk topik tersebut. Air, katanya, adalah kiasan paling pantas untuk cara kebiasaan bekerja. Air melubangi sendiri saluran untuk dialiri, yang semakin lebar dan dalam. Dan setelah alirannya terhenti, ketika mengalir lagi, ditelusurinya kembali jalur yang telah dibuatnya sendiri (halaman 273).

Buku ‘The Power of Habit’ karya Charles Duhigg ini (berdasarkan ratusan wawancara, ribuan makalah serta penelitian) mengungkap temuan ilmiah terbaru, mengapa kebiasaan itu ada, apa saja unsur-unsurnya, dan apa saja kiat untuk mengubah kebiasaan personal, organisasi, maupun komunitas. Menariknya, buku ini dilengkapi cerita-cerita menarik untuk mengungkap bagaimana kebiasaan membentuk hidup dan bagaimana agar dapat membentuk kebiasaan.

Travis, misalnya, dia memiliki segudang masalah namun akhirnya mampu keluar dari masalah setelah mengubah kebiasaan lamanya dengan kebiasaan baru. Travis adalah pemuda ‘broken home’ putra pecandu obat yang tidak lulus SMA. Berkali-kali dia dipecat dari pekerjaan karena tidak mampu mengendalikan emosi. Namun setelah menjalani pelatihan pegawai Starbucks yang mengajarkan kekuatan tekad, kini dia sukses menjadi manajer dua cabang kafe terkenal itu. Bagi Travis dan ribuan orang lain, Starbuckstelah berhasil mengajarkan keterampilan hidup yang gagal diajarkan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.(SamEdy Yuswanto).

***

Judul Buku: The Power of Habit

Penulis : Charles Duhigg

Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Cetakan: II, Mei 2013

Tebal: xx 371 halaman

ISBN: 978-979-91-0565-3

*cover buku diambil dari http://www.daretodream.typepad.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun