Di zaman yang skeptis ini, aku tak henti percaya pada mimpi-mimpi. Yang kupeluk erat dalam pusaran sukma. Memangku bintang, berpayung lentera. Harapan ialah bagi mereka yang percaya. Akan jalan-Nya yang selalu nyata; tak pernah mengada-ada.
Kata Sang Bayu, 'Menciptalah pelangi di pelupuk matamu. Melukislah se-nyata irama sorak sorai pada telapak tanganmu. Menggarislah sebentang aurora di sepanjang selasar tapakmu.'
Menyerah hanya bagi dia yang kalah.
Kejora 'kan mengerling; rupa abadi sepadang penggapaian. Pada hening dicipta semilir; selir bagi penghampaan fana. Pintu-pintu tak sekokoh yang terlihat. Intip; tengok gemerlap yang ada di dalam.
Baginda; Bunda, Ayahanda, aku tercipta. Titik bening dalam rintik gemericik hujan senja itu. Oranye kala lalu, hantarkan siluet semu abang yang konon menyeramkan. Tak ada yang percaya jika itu hanya guratan.
Biarkan.
Ini hanya lembayung pada sepasang bola mata yang sayu. Setenang dan sejernih air kolam. Gemericik, kecipik suaranya tak menggema. Cuma sayup. Merancang dan menyulam.
Aku pualam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H