Kau, maya yang serupa nyata. Hadirkan sejuta pesona dalam dada. Torehkan cinta dalam kepingan hati yang luka. Bagai angin. Menghempas jiwa yang haus akan kata sayang. Meski berawal dari gamang, kau tetap memaksa datang. Mendobrak, dan menggantikan sesuatu yang hilang.
Kau, maya yang serupa nyata. Aku tak tau, haruskah aku percaya? Bagaimana jika aku kembali merana? Jika aku kembali terpuruk? Jatuh tertunduk? Akankah kau datang? Tersenyum, lantas membawaku pergi meninggalkan petang?
Kau, maya yang serupa nyata. Ingatkah kau bagaimana bulan menjadi saksi perjumpaan kita? Cahyanya sanggup menembus tirai kamarku. Membuatku percaya, bahwa kau memang ditakdirkan ada di sisiku. Tak masalah walau kadang bulan mentertawakanku yang tersipu. Tersipu, akan rayuanmu.
Kau, maya yang serupa nyata. Satu-dua kata mungkin tak terbaca. Tapi bukan berarti tak bermakna. Aku acuh, namun luluh. Kau rindu, aku pun rindu.
Kau, nyata yang kini menjadi maya. Dan aku, cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H