Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah tren peningkatan keterwakilan perempuan di legislatif, terutama sejak pemilihan umum (pemilu) 1999 hingga pemilu terakhir pada 2009. Pada pemilu 1999 (9%), pemilu 2004 (11,8%) dan pemilu 2009 (18%).
Peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik, terutama dalam pemilu tersebut tidak terjadi secara serta merta, namun karena perjuangan yang terus menerus untuk mewujudkan hak setiap orang untuk mencapai persamaan dan keadilan. Salah satunya adalah dengan mewujudkan peraturan perundang-undangan yang memiliki keberpihakan dan afirmatif terhadap peningkatan keterwakilan perempuan.
Dilansir dari Jakarta (18/6) Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga Mengatakan saat ini keterwakilan perempuan di legislatif sudah mencapai angka 21 persen. Namun, angka ini masih lebih kecil dibandingkan kuota keterwakilan 30 persen perempuan.
Akan tetapi, data dan indeks menunjukkan masih terjadinya ketimpangan akses, partisipasi, kontrol, serta manfaat hasil pembangunan antara perempuan dan laki-laki. Pasalnya, kebijakan pembangunan membutuhkan peran strategis perempuan, sehingga perempuan harus dilibatkan secara aktif dalam perumusan kebijakan terkait berbagai isu yang berkembang di tengah masyarakat.
Dilansir dari Jakarta, selasa (8/2/2022) dalam intrupsinya pada Rapat Paripurna DPR RI, Luluk Nur Hamidah selaku sekretaris jendral kaukus perempuan parlemen, mengatakan bahwa indonesia mendapat catatan, sampai saat ini keterwakilan perempuan di parlemen belum memenuhi minimal angka kritis yang seharusnya bisa diwujudkan, yaitu 30 persen. Sementara disisi lain ada dorongan dan komitmen dari komunitas internasional dan kesepakatan pemerintahan indonesia bahwa tahun 2030 indonesia di dorong mewujudkan keterwakilan perempuan 50 persen di parlemen.
Menurut saya seharusnya kursi-kursi parlemen itu bisa dibuka seluas luasnya, karena generasi perempuan sekarang sudah banyak mengalami peningkatan. Dan jika dibandingkan perempuan sudah bisa menyamai dan bisa ikut serta di dalam parlemen.
Padahal menurut Menteri PPPA 49,42 persen penduduk indonesia adalah perempuan dan sekitar 54 persennya berusia produktif. Ujarnya dalam webinar "Revisiting Pahlawan Perempuan Aceh Dalam Kepemimpinan Perempuan" secara virtual, sabtu (18/6)
Berdasarkan data tersebut, seharusnya perempuan memiliki peran penting dalam pembangunan, sehingga perempuan harus terdidik, berdaya dan setara kedudukannya agar dapat berkarya dalam berbagai bidang untuk memberikan banyak manfaat bagi pembangunan.Â
Perempuan tidak hanya menjadi objek dari berbagai program pembangunan, tetapi justru menjadi subjek pembangunan. Perempuan tidak hanya di posisikan sebagai penerima manfaat, namun sebagai aktor utama dalam membangun negara dan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H