Etika Secara etimologis, istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ethos. Dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yakni tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adat kebiasaan. Istilah “etika” sudah dikenal lama pada masa Aristoteles (384-322 SM) etika sudah dikenal untuk menunjukkan filsafat moral. Aristoteles menguraikan bagaimana tata pergaulan, dan penghargaan seorang manusia kepada manusia lainnya, yang tidak didasarkan kepada egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan atas hal-hal yang bersifat altruistis, yaitu memperhatikan orang lain. Demikian juga halnya kehidupan bermasyarakat, untuk hal ini Aristoteles mengistilahkannya dengan manusia itu zoon politicon.
Berdasarkan jurnal Ponda et al (2024), Malpraktik merupakan tindakan profesional dari pelayanan kesehatan yang merugikan pihak lain dalam bentuk materil maupun nonmaterial. Malpraktik merupakan suatu pelanggaran hukum dalam profesi kedokteran. Maka tenaga medis tersebut dapat dikenakan sanksi.
Profesi di bidang kesehatan memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan pelayanan medis yang aman, bermoral, dan sesuai standar hukum. Kode etik menjadi pedoman utama yang mengatur perilaku tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas mereka. Sayangnya, pelanggaran kode etik dalam praktik kesehatan masih sering terjadi, yang berujung pada krisis profesionalitas dan malpraktik hukum. Menurut laporan Kementerian Kesehatan (2021), terdapat 1.275 kasus dugaan malpraktik medis di Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sebagian besar kasus ini terkait dengan kurangnya pemahaman tenaga kesehatan terhadap kode etik dan lemahnya pengawasan internal. Malpraktik, seperti kelalaian atau penyalahgunaan wewenang, tidak hanya merugikan pasien tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan.
Pelanggaran ini sering dipicu oleh tekanan kerja, konflik kepentingan, atau minimnya pendidikan berkelanjutan tentang etika profesi. Transparency International (2023) menambahkan bahwa persepsi korupsi dalam sektor kesehatan di Indonesia masih tinggi, yang memperburuk masalah ini. Hal ini menunjukkan pentingnya penerapan kode etik yang tegas dan konsisten sebagai solusi untuk menjaga integritas tenaga kesehatan dan mencegah malpraktik.
Dengan pengawasan yang lebih ketat, sanksi yang jelas, serta pelatihan etika yang berkelanjutan, kode etik dapat menjadi alat efektif untuk mengatasi krisis profesionalitas dan melindungi hak-hak pasien. Kode etik tidak hanya menjaga kualitas layanan kesehatan tetapi juga memperkuat legitimasi sistem hukum kesehatan secara keseluruhan.
Namun, penerapan kode etik sering kali tidak optimal. Kurangnya pengawasan internal serta pendidikan tentang etika menjadi tantangan utama. Hal ini menunjukkan pentingnya reformasi besar dalam pelatihan dan pengawasan di sektor kesehatan.
Seperti kasus kematian artis Nanie Darham setelah menjalani operasi sedot lemak di salah satu klinik di Jakarta Selatan menjadi contoh nyata dari dampak fatal pelanggaran ini. Ketidakstabilan kondisi pasien yang berujung pada kematian memunculkan dugaan bahwa standar medis tidak dipatuhi. Kasus ini menyentuh banyak aspek—mulai dari kelalaian, kurangnya transparansi, hingga potensi lemahnya pengawasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H