Mohon tunggu...
Salwa Naily fadhila
Salwa Naily fadhila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bumi yang berbeda

24 Desember 2024   14:40 Diperbarui: 24 Desember 2024   14:36 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang benar, seorang pribumi seharusnya tidak memiliki rasa apapun untuk manusia yang menjajah negerinya sendiri. Cukup banyak Wanita pribumi yang terbuai akan cinta palsu dari para penjajah, walaupun tak banyak pula yang hanya dijadikan jugun ianfu oleh para tentara jepang. Dan kenapa aku juga menjadi salah satu dari banyaknya Wanita tersebut? Sebagai seorang relawan membuat diriku sering berinteraksi dengan para tentara jepang, tak banyak tentara jepang yang aku kenal, hanya kaito yang aku kenal Nakashima kaito. Ia selalu bersikap baik padaku terkadang aku bingung dengan sikap yang ditunjukkan kaito padaku, membuat diriku tanpa sengaja menaruh rasa padanya "sudah menunggu lama" aku berbalik mendengar suara seseorang dan mendapati kaito telah berdiri didepan ku, logatnya yang aneh menandakan bahwa ia bukan pribumi dan seragam hijaunya yang menandakan ia seorang Dai Nippon. Aku menggeleng menanggapi perkataannya tadi dan mulai mengikuti langkahnya. "apakah tuan sedang bertugas?" kaito menggeleng, "lalu untuk apa tuan memanggil saya?" tanyaku kembali, kaito tidak langsung menjawab ia memandang lekat pemandangan hijau persawahan dan pepohohan yang berbaris di sepanjang perjalanan kami, cukup lama kaito diam sampai akhirnya ia mengucapkan kalimat yang membuatku terkejut "kami sudah menyerah" aku diam tidak mengerti harus bereaksi seperti apa, ada sedikit perasaan lega, setelah Serangkaian serangan yang dilakukan sekutu terhadap jepang karena pada tahun 1941 jepang melakukan penyerangan pada pangkalan militer Angkatan laut di pearl harbor milik AS dan membuat pecahnya perang asia-pasifik, bahkan sekutu juga pernah melakukan serangan di Hollandia wilayah timur hindia belanda dan akhirnya jepang menyerah. Aku menatap kaito "lalu apa yang akan tuan lakukan?" sedari tadi kaito hanya menghadap kedepan terlihat bahwa ia tengah memikirkan sesuatu. "Kembali" jawaban kaito membuat diriku tercekat, "akhirnya bangsamu bisa merdeka" kaito tersenyum padaku, aku hanya menunduk "mungkin ini terakhir kali saya menemui anda, besok saya harus ke Guseikanbu" aku menatap kaito jatungku berdetak lebih cepat, jadi ini alasan kaito menemuiku untuk berpamitan, aku bingung perasaanku campur aduk aku tak mengerti harus bagaimana "saya ingin mengatakan sesuatu" kaito menjeda kalimatnya ia menatapku aku masih menunggu apa yang akan dikatakan kaito..."daisuki desu..." suara lembut kaito mengalun di telingaku, tubuhku bergetar aku diam menatap kaito, ia hanya tersenyum mamandangku...aku sering mendengar para tentaramengucapkannya namun aku tau jika para tentara hanya bercanda saat mengucapkannya apakah kaito juga bercanda? tidak , aku tidak menemukan bahwa ia sedang bercanda, semua terasa masuk akal sekarang kenapa kaito bersikap baik kepadaku selama ini. "saya minta maaf" kaito membungkuk cukup lama, ia tersenyum kemudian pergi meninggalkanku, aku mencoba memahami situasi ini dengan cepat aku memanggil kaito"Tuan Nakashima...." Kaito berbalik menatapku "arigatou gozaimasu" aku membungkukkan badanku seperti yang telah kaito lakukan, kaito tersenyum, air mataku meluruh aku merekam senyuman kaito dalam ingatanku, berharap senyuman itu tak akan pernah menghilang, jika boleh egois aku ingin kaito tetap disini bersamaku namun realitas memaksaku mengerti bahwa aku hanyalah seorang pribumi dan kaito penjajah, kami memiliki tujuan yang berbeda kedatangan bangsanya adalah kesengsaraan bagi bangsaku. Aku mengikuti langkah kaito, jauh didepan kaito terus berjalan. Jejak kakinya masih terlihat ditanah, meninggalkan cerita yang tak terucap namun terkenang dengan langkah bergeming namun hati yang penuh kelegaan, dengan senyum pahit namun penuh pengertian, seperti dua kutub yang saling menarik namun tak bisa bersatu. Dalam setiap percakapan singkat dan tatapan yang bermakna. Dalam alunan waktu yang memisahkan, jejak kenangan tetap terekam disetiap anganku, dalam sunyi mengiringi membiarkan takdir yang memimpin dan menentukan garis kehidupan kami masing-masing.

1: budak seks 

2: tentara jepang

 3: sekarang disebut jayapura

 4: kantor pusat militer jepang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun