Mohon tunggu...
Salwa Mutisa
Salwa Mutisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

lifetime learner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meneladani Kearifan Kepemimpinan Pangeran Antasari dalam Perang Banjar

14 April 2022   22:37 Diperbarui: 14 April 2022   22:46 1885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tokoh pemimpin yang dikenal dengan Pangeran Antasari ini memiliki nama asli Gusti Inu Kartapati. Beliau lahir di Kayu Tangi, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada tahun 1797. Sosok Pangeran Antasari berkembang dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga Kesultanan Banjar. Ayah Pangeran Antasari bernama Pangeran Mas'ud (Masohut) sedangkan ibunya adalah Gusti Hadijah. Sosok Antasari diangkat sebagai pemimpin pemerintahan tertinggi pada tahun 1862. Kala itu ayahnya ditawan dan diusir oleh Belanda sehingga beliau menggantikan kepemimpinan. Rakyat Banjar terpecah belah oleh ulah Belanda yang tiada hentinya mengadu domba dan rakyat saling bermusuhan, sehingga hal ini mengakibatkan lahirnya Perang Banjar.

Secara harfiah, Perang Banjar dipicu karena ketidakpuasan rakyat Banjar terhadap campur tangan Belanda dalam penggantian pemilik tahta di Kesultanan Banjar yang wujudnya berupa adanya perselisihan mengenai pengangkatan sultan yang bernama Tamjidillah menjadi Sultan Banjar. Rakyat Banjar memandang Sultan Tamjidillah bukanlah sosok pemimpin yang bijak dan menilai Sultan Hidayatullah lebih pantas menempati tahta. Sehingga rakyat Banjar melakukan perlawanan sebagai bentuk penolakan mereka. Sikap licik muncul dalam Pangeran Tamjidillah dengan memfitnah Pangeran Hidayatullah agar menjadi pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan bangunan batu bara milik Belanda di Pengaron. Namun tipuan ini terbukti tidak sesuai pada Pangeran Hidayatullah. Pemerintahan Kesultanan Banjar tidak dapat melakukan apa-apa dengan adanya perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Banjar. Sultan Tamjidillah pun juga memahami situasi mengenai dirinya, yang memang tidak disukai oleh rakyat, akhirnya resmi mengundurkan diri dari tahta kerajaan Kesultanan Banjar dan memberikan kesultanan kepada pihak Belanda pada tanggal 25 Juni 1859 yang kemudian diasingkan ke daerah Bogor.

Kesultanan Banjar semakin dipelopori oleh Belanda sejak lengsernya pemerintahan Sultan Tamjidillah. Belanda telah menghalalkan segala cara demi Pangeran Hidayatullah menjadi sultan. Namun, Pangeran Hidayatullah dan pangeran Antasari memahami bahwa rayuan Belanda adalah tipu muslihat semata, sehingga beliau lebih memilih berjuang bersama rakyat. Rakyat semakin terdorong untuk tidak menyegani kehadiran Belanda. Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari menggunakan strategi perang gerilya berupa mendirikan kesultanan baru di pedalaman serta benteng-benteng pertahanan di hutan. Semangat juang antara persatuan rakyat Banjar dan Dayak semakin terikat melalui ikatan pernikahan. Ikatan tersebut melahirkan solidaritas Banjar-Dayak dalam melawan Belanda. Pangeran Antasari mempunyai peran dan pengaruh yang begitu besar bagi rakyat Banjar. Ini beliau buktikan berupa berhasilnya penaklukan Belanda di Gunung Jabuk, Kalangan, dan Bangkal serta menyerbu pos-pos Belanda di Martapura.

Pangeran Antasari terus bergerak maju untuk melanjutkan perlawanan terhadap Belanda bahkan setelah Pangeran Hidayatullah gugur. Bersama para pendukungnya, Pangeran Antasari kemudian diangkat sebagai pejuang dan pemimpin tertinggi agama Islam dengan gelar Panembahan Amiruddin Kalifatullah Mukminin. Namun semakin lama, kekuatan dari pasukan Banjar semakin lemah. Di lain sisi persenjataan kurang seimbang juga disebabkan banyaknya pemimpin yang gugur. Hingga pada tahun 1862, Pangeran Antasari wafat karena sakit.

Dari sinilah dapat diketahui bahwa sikap kepemimpinan, perjuangan, dan jiwa kepahlawanan Pangeran Antasari diakui secara luas oleh banyak kalangan. Beliau memiliki model kepribadian luhur yang dapat diteladani sebagai sosok pemimpin perang dan rakyat yang jujur, sederhana, berani, serta bersahaja. Pangeran Antasari juga teguh, memegang dasar-dasar ajaran agama, dan pantang menyerah untuk terus berjuang demi kepentingan umum terutama rakyatnya sendiri. Pangeran Antasari memiliki kecerdasan dan keberanian melawan penjajah dalam Perang Banjar sebagai pemimpin perang yang rela berkorban demi rakyat dan berhasil menjadi pempimpin yang setia kepada para pendukungnya, tanah airnya, dan tidak mudah dirayu dengan tipuan apapun. Inilah sikap-sikap kearifan beliau yang dapat kita teladani dan terapkan dengan menyesuaikan era sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun