Mohon tunggu...
Salwa Faiza
Salwa Faiza Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

anak muda yang baru saja mencoba menggoreskan penanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Peluh keringat ayah dan ibu

6 Juli 2024   18:21 Diperbarui: 6 Juli 2024   18:25 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ikatan yang paling luar biasa adalah antara seorang ibu dengan anak perempuan. Benang yang menghubungkan mereka membentang jarak dan waktu, tidak pernah putus.

Pagi hari itu masih seperti biasa, dengan santai aku membawa rendang kiriman ibu beberapa hari lalu untuk dipanaskan di dapur belakang. Sambil mengobrol ria dengan ibunda tercinta lewat sambungan telepon. Ibu bilang, hari ini akan ke rumah kakek di banten sana, tentu saja dengan aku yang tidak bisa ikut karna kondisiku masih di pondok.

Aku menghela nafas pelan, “padahal ini jadwal liburan loh...tapi kenapa aku ga bisa pulang ya” batinku sendiri. Jujur saja aku rindu bertemu keluargaku, jarak antara Lampung dan Cianjur tidak sejauh itu kok, tapi apalah daya, keputusan kampus untuk tidak memulangkan mahasiswanya sudah ditetapkan. Kami hanya bisa menghubungi keluarga lewat HP masing-masing. Atau kalaupun mau, keluarga bisa menjenguk kita kesini, dan itu adalah suatu hal yang aku harapkan, meski aku tau kemungkinan untuk hal itu sangat kecil mengingat jadwal ayah dan ibu yang begitu padat.

Sambungan telepon ibu kututup dengan alasan ingin memanaskan rendang lalu makan, padahal aku hanya tak ingin ibu melihat raut wajahku yang berubah sebab informasi yang kudengar dari ibu tadi (akan pergi ke rumah kakek dan berkumpul dengan keluarga lainnya). Karena aku tahu ibu adalah seseorang yang sangat sensitif jika berhubungan dengan kondisi dan perasaan anak-anaknya.

Terangnya siang kini tergantikan dengan semburat senja yang disusul oleh gelapnya malam, aku kembali menghubungi ibu untuk menanyakan beberapa hal. Saat itu aku tahu bahwa ibu sudah sampai di kediaman kakek, sejak sore tadi tepatnya. Terdengar olehku samar-samar suara sanak saudaraku juga teriakan para sepupuku yang masih kecil. Beberapa saat kemudian sambungan telepon tertutup karena ibu akan mengunjungi kediaman bibi entah apa alasannya. Malam itu aku tertidur lebih cepat, padahal biasanya begadang adalah aktifitas harianku.

Dengung merdu suara adzan sayup-sayup terdengar, menyadarkan para insan untuk menjawab panggilan resmi dari Tuhan. “ukhti... bangun,” aku tersadar oleh suara teman yang mencoba membangunkanku, “udah shubuh, ayo bangun” lanjutnya. Dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka aku menuju kamar mandi, dilanjut dengan menunaikan kewajiban sebagai seorang muslimah, selesai shalat terbesit dalam hati untuk kembali ke ranjang dan meneruskan tidur, tapi tiba-tiba, “ ukhti...ada yang nyari tuh di depan,” suara temanku membuat aku membatalkan keinginan tadi,  “ukhti...ada ummimu yang nunggu kamu di aula” kali ini suara teman yang berbeda membuatku terkejut. “Ibu...? yang bener aja ibu kesini” aku menjawab dengan ragu, “iya,udah dari tadi nunggu di depan” lanjut teman sekamarku.

Benar saja, saat aku sampai di aula disana ada ibu yang sedang mengobrol dengan teman satu kampusku,  “kakak, baru bangun tah, kok lama banget?” aku masih terdiam saat melihat ibu benar-benar berada di depanku. Ternyata ibu memang sengaja untuk menjengukku kesini, ibu berangkat tadi malam, menempuh 7 jam perjalanan bersama ayah menaiki bus. Ibu bilang nggak tega ngeliat kamu sedih begitu pas tau kita sekeluarga ke rumah kakek sementara kamu ngga pulang begini.

 Ya Allah, jujur saja aku tak mampu membendung air mata ini,padahal ibu baru saja sampai dari pulau sebrang menuju rumah kakek, lalu langsung melanjutkan perjalanannya ke bagian barat pulau jawa demi anaknya ini.

“Ibu ga bisa lama-lama kak, hari ini juga harus pulang ke rumah kakek, adik-adik nunggu disana” Ucap ibu, ”mungkin nanti sebelum dzuhur ayah berangkat” lanjut ayah yang berkata. Aku terdiam, masih berusaha menghabiskan ketupat sayur yang ayah beli untuk sarapan kami, pagi ini kami memutuskan untuk keluar area kampus dan menikmati udara pagi di salah satu pusat perbelanjaan, sambil membeli beberapa barang kebutuhanku, ayah bilang senang pada akhirnya dapat mengunjungiku disini, tentu saja aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mengobrol banyak dengan orangtua ku, membahas kegiatanku di kampus dan juga bagaimana belajarku.

Tak terasa, waktu menunjukan pukul 10:30 WIB, yang mana membuat kami harus berpisah kembali, Ayah dan Ibu harus pulang, “maaf ya kak, ga bisa sering-sering jenguk kakak kesini, apalagi adik-adik udah masuk pondok juga, uangnya harus di bagi-bagi” pesan Ayah sebelum pulang, “kakak yang rajin belajar, semua ini nantinya bermanfaat buat kakak juga” lanjutnya. “Nanti kalau ada rezeki lagi, ibu usahakan jenguk kakak kesini” kali ini ibu yang berbicara. Aku mengangguk sendu, ku perhatikan wajah ibu dan ayah yang kian menua, terlihat disana garis-garis wajah yang kian hari kian bertambah jelasnya. “ Besok ibu sama ayah juga harus balik ke Lampung, kerjaan udah nungguin” lanjutnya.

Ya rabbi, betapa banyak dosa ku, betapa banyak kesalahanku kepada kedua orang tuaku, bagaimana tidak, hari ini aku membuat mereka harus menempuh perjalanan yang begitu jauh tanpa membiarkan istirahat barang sejenak, hari ini aku membuat mereka berpeluh keringat demi menyenangkan buah hati yang selalu mereka anggap sebagai anak kecil ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun