Menjajaki dunia di mana segala hal bergerak secara cepat dan maju, menjadikan segenap aspek dalam kehidupan turut berubah dan memiliki lanskap masing-masing untuk dapat mendefinisikan kebanggaan serta rasa memiliki. Kebudayaan merupakan identitas atau ciri khas suatu bangsa yang begitu melimpah, beraneka ragam budaya Indonesia mulai dari sabang hingga merauke. Pengaruh masuknya budaya asing saat ini, patut menjadi kekhawatiran dan harus ditelaah bersama terutama bagi generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa kelak.Â
Berikut diuraikan melalui kacamata penulis terkait dengan aspek-aspek kelokalan dalam beberapa tolak ukur yang ada, yakni melalui trend fashion, pariwisata, bahasa daerah, dan framing media.
Trend Fashion
Akses internet yang sangat mudah di era media sosial saat ini, mempengaruhi perilaku anak muda terhadap kebudayaan sendiri. Generasi saat ini cenderung lebih tertarik untuk meniru dan mengadopsi budaya luar secara berlebihan (Aris dkk., 2023). Dalam hal ini, anak muda cenderung memilih mencari tahu mengenai fashion yang sedang tren. Namun, tren fashion yang mereka cari bukanlah busana lokal, melainkan busana dari luar negeri. Tren berpakaian kebarat-baratan sudah dimulai sejak awal tahun 2000an (Aris dkk., 2023) dan saat ini fenomena Korean Wave mempengaruhi cara berpakaian generasi muda Indonesia (Jannah dkk., 2023).Â
Fenomena Korean Wave beredar melalui media sosial, dimana para pengguna mengunggah foto atau video dengan pakaian aesthetic dari negara luar sehingga banyak diminati generasi muda. Namun pengaruh budaya luar yang berlebihan dapat menimbulkan pelestarian budaya lokal semakin memudar. Faktor tren ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk budaya populer, media sosial, selebriti dan mayoritas gaya hidup masyarakat (Pratamartatama dkk., 2024). Faktor yang sangat mempengaruhi tren fashion saat ini adalah kemajuan teknologi dan globalisasi dari penggunaan media sosial yang dapat mempercepat penyebaran informasi sehingga dampak dari fenomena tersebut adalah perilaku konsumtif dan mengubah norma-norma sosial. Terpaan globalisasi memberikan dampak negatif seperti hilangnya identitas budaya lokal dalam diri anak muda.
Salah satu upaya agar identitas lokal tidak memudar adalah meningkatkan minat khalayak pada brand lokal yang tidak kalah aesthetic dari brand luar negeri. Upaya agar brand lokal dapat tampil berkualitas, mahal dan masuk dalam pasar internasional seperti salah satu brand lokal yakni Erigo Store (Putri dkk., 2022). Produk tersebut harus sesuai selera anak muda dan mengikuti perkembangan zaman, sehingga dapat bersaing dengan brand lainnya. Upaya lainnya yakni mengadakan event terbuka untuk industri fashion tanah air dengan melibatkan influencer terkenal di Indonesia, sehingga dapat berdampak besar pada citra brand lokal. Pemberdayaan UKM Fashion dalam peningkatan penerapan teknologi modern untuk memasifkan promosi (Dutahatmaja & Fianto., 2024).Â
Telah banyak budaya Indonesia yang mendunia seperti industri wastra yakni, kain tenun, kain batik, kain songket dan kain ikat. Namun, masyarakat masih acuh terhadap keindahan fashion lokal. Oleh karena itu, harapannya dalam setiap event acara besar Indonesia bisa membudayakan pemakaian busana dengan sentuhan budaya lokal. Dengan memperbanyak praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga budaya tersebut dapat dipertahankan dengan baik.
Beranjak pada aspek lainnya yang menjadi atensi penting dalam memaknai nilai-nilai nasionalisme yang ada ialah pariwisata atau tourism.
Dewasa ini, perkembangan pariwisata di Indonesia semakin beragam, terdapat beberapa ragam pariwisata yang berasal dari luar dan dalam negeri. Hal ini juga didasarkan pada minat generasi muda dalam mengetahui kondisi pariwisata yang ada. Tidak jarang pariwisata yang berasal dari luar lebih menarik ketimbang yang dimiliki sendiri. Melihat fenomena ini, literasi terhadap kepariwisataan untuk dapat mengetahui dampak apa yang dihasilkan dengan kehadiran mass tourism sangat penting untuk menjadi pemahaman bersama. Mass tourism merujuk pada sebuah kondisi yang terbentuk akibat adanya perilaku pariwisata secara global mengikuti keinginan pasar (standardisasi) demi memaksimalkan keuntungan (Kreag, 2003). Mass tourism dapat berimplikasi secara positif atau negatif pada kondisi kepariwisataan yang ada dalam sebuah area.
Pariwisata di Indonesia seringkali ditekankan pada pengembangan pariwisata yang berorientasi pada kuantitas wisatawan bukan pada kualitasnya. Dalam realitasnya pula, pengetahuan akan kepariwisataan dalam negeri belum secara masif menjadi pengetahuan umum dan lumrah, keterbatasan informasi menjadi celah dalam memupuk kehadiran perilaku acuh tak acuh atas kekayaan dalam negeri serta sulitnya langkah untuk dapat mencapai pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) dalam memberikan pembangunan pemahaman terkait pengelolaan pariwisata di Indonesia. Indonesia kaya akan sumber daya alam serta manusianya. Namun, seringkali sumber daya alam dan manusianya menjadi tolak ukur keberhasilan untuk dapat memajukan keberlanjutan di sektor pariwisata yang berdampak cukup besar pada kehidupan. Pada segi promosi pula, ditemukan masih kurang masifnya penyebaran yang dilakukan, untuk generasi Z saja pengetahuan tentang budaya dan tempat lokal apa saja yang ada disekitarnya, seringkali kurang dapat dijawab dengan baik dan benar. Gen Z dalam memahami dan mengetahui pariwisata yang ada di Indonesia seringkali mendapatkan akses dengan mudah melalui media sosial, tak jarang pula pengetahuan mereka akan pariwisata yang terdapat di luar Indonesia pun turut kaya, bahkan melebihi pengetahuan akan nasionalnya sendiri.Â