Masa remaja merupakan fase dinamis, dimana individu mengalami kelabilan emosi, yang ditandai dengan perubahan perasaan yang cepat dan kesulitan dalam mengontrol emosi, hal ini menjadi titik kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Dalam memasuki masa dewasa, banyak sekali perubahan yang terjadi dalam individu tersebut. Tak jarang konflik internal maupun eksternal turut melanda dalam kehidupan individu remaja. Meskipun terjadi banyak perubahan dalam diri remaja, tetap diperlukannya pengelolaan emosi yang baik, karena emosi sangat berpengaruh bagi kehidupan tiap individu, baik berpengaruh langsung terhadap tingkah laku maupun yang tidak tampak. Menurut Azmi (2015), Terjaga nya semangat dan kesehatan mental yang baik bagi tiap individu, merupakan salah satu contoh pengelolaan emosi. Berdasarkan teori Erik Erikson, remaja berada di rentang usia 12-20 tahun (Mokalu & Boangmanalu, 2021).
Dikutip dari laman WHO (2019) 10 - 20% anak dan remaja di seluruh dunia mengalami masalah kesehatan mental dan setengah dari semua masalah kesehatan mental dimulai dari usia 14 hingga pertengahan usia 20 tahun. Selain itu dikutip dalam laman suarasurabaya.net, jumlah pasien RSJ Menur Kota Surabaya terus mengalami peningkatan di tiap triwulan tahun nya. Pihak RSJ Menur Kota Surabaya juga menghimbau kepada kedua orang tua untuk menjaga komunikasi yang baik dengan anak untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Menurut satgas remaja IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) terdapat enam masalah aktual dalam kesehatan mental remaja saat ini baik didapat dari dalam diri (internal) maupun diluar diri (eksternal); Perubahan psikoseksual, pengaruh teman sebaya, perilaku beresiko tinggi, kegagalan pembentukan identitas diri, gangguan perkembangan moral, stres di masa remaja. Diantara permasalahan ini masih banyak ditemukan dikalangan remaja Indonesia, yang sampai hari ini terus mengalami peningkatan dan belum bisa ditemukan solusi paling tepat untuk mengatasinya.
Dengan begitu, pengelolaan emosi saat masa peralihan begitu penting pada remaja (Hurlock, 2011). Mengenali emosi merupakan langkah penting dalam memahami diri sendiri dan merayakan keberadaan secara utuh. Berdasarkan pernyataan Krech (1969: 521) dalam buku Elements of Psychology, ada empat klasifikasi emosi, yaitu emosi dasar (gembira, marah, takut, sedih), emosi yang berhubungan stimulasi sensori (sakit, jijik, kenikmatan), emosi yang berhubungan dengan penilaian diri sendiri (sukses dan gagal, bangga dan malu, bersalah dan menyesal), dan emosi yang berhubungan dengan orang lain (cinta dan benci).
Seperti yang diulas oleh Hurlock, sangat penting bagi seorang remaja untuk mengenali serta mampu dalam mengelola emosi yang mereka miliki. Agar dapat menciptakan tingkah laku dan karakter yang baik dalam individu remaja diperlukan sebuah keterampilan dalam mengelola emosi. Terdiri dari dua aspek yaitu ;
1. Mengenali emosi diri.
Setiap individu akan hidup berdampingan dengan emosi yang dimilikinya. Dan kehidupan mereka akan jauh lebih mudah ketika mereka mampu untuk mengenali serta memahami bagaimana cara mengelola emosi masing masing. Meskipun mengenali emosi belum bisa dikatakan mampu dalam penguasaan emosi diri.
2. Mengekspresikan emosi secara wajar.
Setiap individu dibekali sebuah kemampuan untuk bisa mengekspresikan emosi untuk menampakkan perilaku berdasar perasaan yang terjadi secara nyata dalam dirinya. Emosi membutuhkan energi sebagai saluran untuk jalan keluar karena emosi merupakan energi yang memberikan kekuatan untuk individu bertindak.
Terdapat tiga model pengendalian emosi secara teori yang disampaikan Hube (2006), pengalihan, penyesuaian kognitif, dan strategi koping.
1. Pengalihan adalah sebuah cara mengalihkan atau menyalurkan dengan mencari objek sebagai sasaran luapan emosi negatif dalam diri. Sebagai contoh, seseorang mungkin saja meluapkan emosi negatif dalam diri kepada orang lain yang tidak bersalah. Ketika kita memiliki masalah dirumah, orang tua memarahi karena melakukan sebuah kesalahan. Saat disekolah, seorang teman dekat akan terkena imbasnya karena bersikap acuh kepadanya.
2. Penyesuaian kognitif merupakan sebuah landasan teori yang menggunakan kognisi individu dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Contohnya apabila seseorang mengalami suatu kondisi, dia akan berusaha untuk menempatkan kondisi tersebut sebagai suatu hal yang positif.
3. Coping Strategy merupakan sebuah upaya yang dilakukan seseorang sebagai tindakan dalam menerima, menguasai, dan menanggulangi kondisi yang tidak mereka harapkan. Contohnya, bagaimana seseorang menerima dan menyelesaikan suatu permasalahan yang datang dalam suatu kondisi sebagai upaya dalam pengelolaan diri masing masing.
Pengelolaan emosi pada masa remaja merupakan aspek penting dalam pengembangan kesehatan mental yang baik dan kepribadian yang matang. Dengan mengenali emosi mereka, mengekspresikan emosi secara wajar, dan menggunakan strategi pengaturan emosi yang tepat, remaja dapat menghadapi masalah-masalah pada masa transisi mereka dengan lebih baik. Dukungan dari keluarga, terutama komunikasi yang baik dengan orangtua, juga menjadi faktor penentu dalam membantu remaja mengelola emosinya. Dengan pengelolaan emosi yang baik, remaja tidak hanya mampu menyelesaikan konflik internal dan eksternal secara sehat, namun juga dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya secara maksimal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI